WELCOME...............!!!!

^_^ AINI PLANOLOGI'S BLOG ^_^
JAGALAH BUMI KITA DARI TANGAN-TANGAN MANUSIA TAK BERTANGGUNG JAWAB

Senin, 25 Januari 2010

DESENTRALISASI TPA DI KOTA SURABAYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, isu yang masih hangat diperbincangkan di daerah perkotaan adalah masalah sampah dan penanganannya. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses (Wikipedia, 2008). Sampah merupakan konsekuensi dari segala aktivitas manusia di dunia. Setiap manusia yang melakukan aktivitas akan menghasilkan sampah atau buangan. Oleh karena itu, sampah merupakan konsep buatan manusia dan bukan proses alam. Sampah yang semakin meningkat tiap tahun tentunya harus ditangani dengan baik. Salah satunya, yaitu dalam hal penanganannya. Sampah yang berasal dari masyarakat harus memiliki suatu Tempat Pembuangan Akhir yang dapat memproses sampah-sampah tersebut agar tidak member dampak negatif bagi masyarakat.
Sampah yang berasal dari masyarakat sebelum di bawa ke TPA harus dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian dipisahkan dan di bawa ke Tempat Pembuangan Sementara sebelum akhirnya di bawa ke TPA. TPS merupakan sebuah lahan kosong yang digunakan sebagai tempat sementara penimbunan sampah dari rumah tangga. Sedangkan TPA atau landfill adalah suatu tempat untuk menyingkirkan atau mengkarantina sampah kota sehingga aman. Tempat Pembuangan Akhir yang ada di suatu wilayah terutama kota harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik mengingat sampah yang di hasilkan terus bertambah seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk.
Namun pada kenyataanya, banyak Tempat Pembuangan Sampah yang ada di Indonesia masih memiliki kualitas dan kuantitas yang kurang baik. Pada umumnya, setiap kota yang ada di Indonesia hanya memiliki satu TPA. Minimnya TPA yang ada, membuat TPA tersebut menjadi pusat pembuangan sampahSemua sampah yan ada di wilayah akan tersentralisasi hanya di TPA tersebut. Hal ini menyebabkan masa aktif TPA akan lebih cepat habis, karena tidak dapat menampung sampah dari masyarakat yang semakin meningkat setiap waktunya.
Fenomena ini hampir dapat ditemui di seluruh kota di Indonesia, bahkan TPA leuwigajah di bandung telah memakan korban akibat terkena runtuhan timbunan sampah. Hal ini diakibatkan karena adanya sentralisasi TPA. Belajar dari kejadian yang telah memakan cukup banyak korban tersebut, seharusnya pemerintah di daerah yang tingkat kepadatan penduduk maupun sampahnya tinggi, dapat memperbaiki maupun menanggulangi kondisi TPA agar tidak terjadi hal serupa. Pemerintah harus mempertimbangkan akan pentingnya desentralisasi TPA meskipun harus mengeluarkan biaya yang lebih, karena keselamatan warga lebih penting daripada biaya yang dikeluarkan.
Hal ini juga berlaku bagi kota metropolitan seperti Surabaya. Sampah yang di hasilkan di Surabaya tergolong tinggi, namun TPA yang tersedia hanya satu. Kota Surabaya sebenarnya memiliki tiga macam TPA, yaitu Keputih di Kec. Sukolilo Surabaya Timur, Lakarsatri Kec. Lakarsatri, dan Benowo di Kec. Benowo Surabaya Barat. Tapi yang sampai saat ini masih beroperasi, yaitu hanya TPA Benowo. Minimnya TPA yang ada di Surabaya membuat resah warga di sekitar TPA maupun warga yang bekerja di TPA tersebut. Meskipun TPA Benowo telah menerapkan sistem open dumping dengan maksud meminimalisir sampah, namun sampah yang masuk di satu TPA tersebut tetap banyak sehingga akan menyebabkan cepatnya penonaktifan TPA Benowo. Apabila hal ini terus terjadi dan pemerintah belum bertindak cepat terhadap pembentukan TPA baru sampai TPA benowo tidak bisa menampung sampah lagi. Maka, penumpukan sampah tidak bisa terhindari dan bisa memberikan dampak negative terhadap masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah Surabaya harus melakukan desentralisasi TPA secepatnya, bukan melainkan mencari TPA setelah TPA benowo sudah tidak bisa menampung sampah lagi. Desentralisasi TPA sangat dibutuhkan agar tidak terjadi sentralisasi pembuangan sampah, dan juga bisa memperpanjang masa aktif TPA hingga 25 tahun. Apabila pemerintah terlalu menganggap santai permasalahan TPA ini, dan labih memilih mencari TPA baru setelah masa aktif TPA Benowo akan habis, maka alhasil pemerintah akan kesulitan mencari TPA baru karena semakin sulitya ketersediaan lahan kosong seiring semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum Kota Surabaya?
2. Bagaimana cara pemilihan lokasi TPA yang baik?
3. Apa saja syarat-syarat pendirian TPA?
4. Mengapa desentralisasi TPA dibutuhkan di Surabaya dan apa nilai kebenaran yang mendasarinya?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum Kota Surabaya.
2. Mengetahui cara pemilihan lokasi TPA yang baik.
3. Mengetahui syarat-syarat pendirian TPA.
4. Untuk mengidentifikasi pentingnya desentralisasi TPA di Kota Surabaya dan mengetahui nilai kebenaran yang mendasarinya
1.4 Manfaat
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pambaca agar lebih memahami permasalahan sampah yang selama ini telah memuncak di Kota Surabaya dan semoga bisa di jadikan refrensi dalam mencari solusi permasalah sampah di Kota Surabaya.








BAB II
ISI

2.1 Gambaran Umum
2.1.1 Profil wilayah
Posisi geografi sebagai permukiman pantai menjadikan Surabaya berpotensi sebagai tempat persinggahan dan permukiman bagi kaum pendatang (imigran). Proses imigrasi inilah yang menjadikan Kota Surabaya sebagai kota multi etnis yang kaya akan budaya. Beragam migrasi, tidak saja dari berbagai suku bangsa di Nusantara, seperti, Madura, Sunda, Batak, Borneo, Bali, Sulawesi dan Papua, tetapi juga dari etnis-etnis di luar Indonesia, seperti etnis Melayu, China, Arab, India, dan Eropa, datang, singgah dan menetap, hidup bersama serta membaur dengan penduduk asli, membentuk pluralism budaya yang kemudian menjadi ciri khas Kota Surabaya. Hal ini membuat keragaman tata guna lahan di Kota Surabaya menjadi tinggi. Lahan-lahan yang ada di kota Surabaya selain digunakan sebagai lahan permukiman juga digunaka untuk berbagai aktivitas masyarakatnya. Tata guna lahan yang ada di Kota Surabaya dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Penggunaan lahan Kota Surabaya
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1 Perumahan 13.711,00
2 Sawah 3.506,19
3 Tegalan 1.808,90
4 Tambak 4.982,71
5 Jasa 2.982,06
6 perdagangan 573,32
7 Industri sedang 2.370,38
8 Tanah kosong 1.784,90
9 Lain-lain 918,29
Total 32.637,75
Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kota Surabaya, 2001
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa perumahan merupakan sektor yang menghabiskan luasan lahan yang banyak. Oleh karena itu, lahan kosong yang ada di permukiman padat biasanya dimanfaatkan untuk keperluan perumahan, kebutuhan komersil dan untuk komersil dan untuk rekreasi, sehingga tidak ada lagi daerah yang kosong yang dapat digunakan untuk Sanitary Landfill. Kota Surabaya dengan jumlah penduduk hampir 3 juta jiwa, merupakan kota terbesar kedua Indonesia dan sangat besar peranannya dalam menerima dan mendistribusikan barang-barang industri, peralatan teknik, hasil-hasil pertanian, hasil hutan, sembako, dan sebagainya, terutama bagi wilayah Indonesia Timur.

2.1.2 Orientasi wilayah
Kota Surabaya terletak diantara 07012’ - 07021’ Lintang Selatan dan 112036’ - 112054’ Bujur Timur, merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah sebagai berikut.
• Batas Utara : Selat Madura
• Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo
• Batas Timur : Selat Madura
• Batas Barat : Kabupaten Gresik













Gambar 2.1 Peta Administratif Jawa Timur


Topografi Kota Surabaya meliputi:
• Kota pantai
• Dataran rendah antara 3-6 m di atas permukaan laut
• Daerah berbukit, di Surabaya bagian selatan 20-30 m di atas permukaan laut

Temperatur Kota Surabaya cukup panas, yaitu rata-rata antara 22,60 – 34,10, dengan tekanan udara rata-rata antara 1005,2 – 1013,9 milibar dan kelembaban antara 42% - 97%. Kecepatan angin rata-rata perjam mencapai 12 – 23 km, curah hujan rata-rata antara 120 – 190 mm. Jenis Tanah yang terdapat di Wilayah Kota Surabaya terdiri atas Jenis Tanah Alluvial dan Grumosol, pada jenis tanah Alluvial terdiri atas 3 karakteristik yaitu Alluvial Hidromorf, Alluvial Kelabu Tua dan Alluvial Kelabu.











Gambar 2.2 Peta Jatim



2.1.3 Jumlah dan kepadatan penduduk
Wilayah Kota Surabaya dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2002 mencapai 2.484.583 jiwa. Dengan luas wilayah 326,36 km2, maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 7.613 jiwa per km2.
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Kota Surabaya Dirinci Menurut Kecamatan, tahun 2002
No Kecamatan Jumlah Kelurahan Penduduk
1 Genteng 5 62.056
2 Bubutan 5 103.629
3 Tegalsari 5 113.717
4 Simokerto 5 102.251
5 Tambaksari 6 213.243
6 Gubeng 6 144.543
7 Krembangan 5 119.724
8 Semampir 5 155.741
9 Pabean cantrian 5 87.432
10 Wonokromo 6 175.202
11 Sawahan 6 201.864
12 Tandes 12 86.427
13 Karangpilang 4 51.435
14 Wonocolo 5 63.185
15 Rungkut 6 81.562
16 Sukolilo 7 76.607
17 Kenjeran 4 84.689
18 Benowo 5 25.214
19 Lakarsantri 6 26.407
20 Mulyorejo 6 59.586
21 Tenggilis Menjoyo 5 42.181
22 Gunung Anyar 4 34.020
23 Jambangan 4 32.521
24 Gayungan 4 37.501
25 Wiyung 4 42.438
26 Dukuh Pakis 4 47.624
27 Asem Rowo 5 31.479
28 Suko Manunggal 5 85.879
29 Bulak 5 26.117
30 Pakal 5 29.651
31 Sambi Kerep 4 40.658
TOTAL 163 2.484.583
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, 2002
2.1.4 Komponen Persampahan
Sampah Kota Surabaya dikelola oleh Dinas Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Masalah persampahan kota metropolitan harus mendapatkan perhatian serius, karena semakin besar kota, semakin banyak pula sampah yang terproduksi. Jumlah timbulan sampah rata-rata perhari Kota Surabaya saat ini adalah 8.700 m3, sedangkan volume sampah yang bisa dikelola oleh Dinas Kebersihan Kota Surabaya hanya sekitar 6.700 m3 atau hanya sekitar 77% dari timbulan sampah yang ada. Sisa sampah yang tidak bisa dikelola mencapai 2.000 m3 per hari. Sampah yang tidak dapat terkelola tersebut, semakin lama semakin banyak dan menimbulkan masalah baru lagi. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila di Kota Surabaya banyak dijumpai illegal dumping yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi lingkungan sekitarnya. Selain terjadinya illegal dumping, sampah yang tidak dapat terkelola dibuang ke sungai dan ini menimbulkan masalah sendiri. Salah satu penyebab banjir di Kota Surabaya, karena banyaknya sampah yang dibuang ke sungai.
Timbulan sampah di Kota Surabaya berasal dari berbagai macam sumber. Volume sampah terbesar berasal dari permukiman yang mencapai jumlah 79,19% dari total timbulan sampah. Sebagian besar sampah yang berasal dari pemukiman adalah sampah rumah tangga yang merupakan sampah organik. Berikut ini adalah tabel prosentase sumber timbulan sampah Kota Surabaya.
Tabel 2.3
Prosentase Sumber Timbulan sampah Kota Surabaya Tahun 2001
No. Sumber Sampah Prosentase Sampah (%)
1 Permukiman 79,19
2 Pasar 8,6
3 Pertokoan, Hotel, Rumah makan 2,64
4 Fasilitas Umum 0,61
5 Satuan Jalan 0,62
6 Saluaran 0,17
7 Perkantoran 1,37
8 Industri 6,86
Sumber: Dinas Kebersihan Kota Surabaya 2001

Pasukan Kuning adalah sebutan untuk tukang sapu jalan yang bertugas menyapu sampah pada jalan-jalan utama, taman kota dan tempat-tempat umum lain di Kota Surabaya. Merek adalah ujung tombak dalam pengelolaan sampah di Kota Surabaya. Menurut data dari Dinas Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, jumlah penyapu jalan di Kota Surabaya tahun 2002 adalah sebanyak 468 orang. Pengumpulan sampah di permukiman dilakukan dengan pick-up. Sedangkan pada permukiman yang tidak dapat dilalui pick-up, dilakukan dengan gerobak sampah. Sampah yang telah dikumpulkan dengan pick-up atau gerobak sampah ditampung sementara di Tempat Pembuangan Sementara atau dibawa ke transfer depo. Jumlah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebanyak 225 lokasi, sedangkan transfer depo yang ada di Kota Surabaya sebanyak 76 lokasi. Dari transfer depo, sampah diangkut dengan truck sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).Jumlah armada truck sampah yang mengangkut sampah dari transfer depo ke Tempat Pembuangan Akhir sebanyak 96 unit.
Pada awal tahun 2000, terjadi masalah besar pada sektor persampahan di Kota Surabaya. Pada saat itu, Kota Surabaya memiliki 2 TPA, yaitu TPA Sukolilo yang luasnya 40,5 Ha dan TPA Lakarsantri yang luasnya 8,5 Ha. Namun karena protes dari warga sekitar TPA karena pencemaran dan ketidaknyamanan dengan adanya TPA tersebut, akhirnya pada pertengahan tahun 2001 kedua TPA tersebut ditutup dan saat ini tidak lagi beroperasi. Saat ini, sampah dari Kota Surabaya yang dapat dikelola, dibuang ke TPA Benowo yang berada di Kecamatan Benowo.
Tabel 2.4
Data TPA di Kota Surabaya
No Lokasi TPA Sistem Pengolahan Luas (Ha) Jarak dari Sumber Sampah Jarak dari permukiman terdekat Keterangan
1 Keputih
Kec. Sukolilo
Surabaya Timur Controlled
Landfill 40,5 15 km 500 m Tidak beroperasi
2 Lakarsatri
Kec. Lakarsatri Controlled
Landfill 8,5 20 km 3.000 m Tidak beroperasi
3 Benowo
Kec. Benowo
Surabaya Barat Sasnitary
Landfill dan
daur ulang 26,7 35 km 250 m Beroperasi penuh
Sumber: Surabaya dalam Angka 2002






Tabel 2.5
Kebutuhan Komponen Sampah Kota Surabaya
Jumlah Penduduk Timbulan Sampah
Kota Metro Perkiraan
timbulan
sampah total Sampah
yang
terangkut
saat ini Selisih
2.861.928 3,5 liter/orang/hari 10.016,748 m3 6.700 m3 3.316,748 m3
Sumber: Analisis























Gambar 2.3
Sampah yang terus menggunung


Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu tingkat timbulan sampah sebanyak 3,5 liter/orang/hari, Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.861.928 jiwa, menghasilkan 10.016,748 m3. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 0.0035 m3/orang/hari. Sampah yang terangkut saat ini sebanyak 6.700 m3. Sehingga banyaknya sampah yang belum terlayani adalah 3.316,748 m3.

2.2 Pemilihan Lokasi TPA
Lokasi atau site sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitar TPA. Untuk mendirikan TPA, lokasi merupaka aspek yang paling diperhatikan agar tidak mengganngu aktivitas warga dan agar tidak mencemari lingkungan. Oleh karena itu lokasi TPA harus mempertimbangkan beberapa faktor penting, antara lain (modul workshop regional & urban planning, 2006):
1. Lama pemakaian area TPA
Lamanya masa aktif suatu TPA dapat ditentukan melalui beberapa parameter, yaitu kedalaman timbunan, jumlah, tingkat penimbunan, karakter sampah dan praktek operasional. Site seharusnya dipilih sedemikian rupa sehingga memiliki usia yang cukup untuk untuk mengembalikan biaya investasi pengoperasian TPA. Suatu TPA direkomendasikan mempunyai masa aktif minimal 10 tahun.
2. Topografi
Informasi mengenai topografi sangat penting guna merencanakan sistem drainase air permukaan sedemikian rupa sehingga air permukaan dialirkan disekitar lahan TPA dan runoff dari limbah dicegah untuk merusak lingkungan. Selain itu, data tentang topografi diperlukan untuk menentukan secara akurat kapasitas area dan tipe serta perluasan galian atau excavation.
3. Tanah
Ketersediaan tanah dengan karakter yang sesuai untuk konstruksi landasan TPA dan sistem penimbunan merupakan salah satu pertimbangan penting dalam pe,iliha lokasi TPA. Tanah di sekitar lokasi dapat mempengaruhi tingkat perpindahan zat polutan dan tingkat kekuatan struktur fasilitas yang ada. Sifat tanah yang perlu diperhatikan adalah distribusi ukuran partikel tanah (gradasi atau tekstur), struktur, hubungan antara kelembaban kepadatan dan permeabilitas, dan kemampuan untuk diolah.
4. Geologi
Pengumpulan data geologi di lokasi site bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya geologis, menyediakan informasi bagi perancangan fasilitas, perhitungan kerentanan site terhadap kontaminasi air tanah akibat kondisi hidrologi site. Informasi geologis yang penting bagi tujuan teknis adalah berkaitan dengan bedrock, dan kondisi bedrock. Informasi ini khususnya berguna jika bedrock terletak di atau dekat permukaan bumi dan akan dapat digunakan sebagai bagian dari pondasi fasilitas yang ada di TPA.
5. Hidrogeologi
Kemungkinan tercemarnya air tanah di sekitar lokasi TPA tergantung pada karakteristik hidrogeologi site, antar lain:
a. Kedalaman air tanah
b. Topografi site dan jenis tanah
c. Tingkat infiltrasi tanah di site
d. Kedalaman dan sifat bedrock
e. Komponen horizontal dan vertical gradien air tanah
f. Kecepatan dan arah air tanah
g. Kondisi fisografis
h. Karakter tanah dan geologi
i. Vegetasi
j. Tata guna lahan
k. Pertimbangan ekonomi dalam pemilihan site

2.3 Syarat-syarat pendirian TPA
Pendirian suatu TPA tidak hanya harus memperhatikan lokasinya, tetapi juga harus memenuhi beberapa persyaratan (workshop regional & urban Planning, 2006) , yaitu:
1. Aspek legalitas dan administrasi
a. Sesuai dengan peraturan dan perencanaan lokal
b. Tidak terlalu dekat dengan kelompok bangunan, min 500m
c. TPA tidak terbuka dan terlihat dari jalan atau lingkungan di sekitar TPA
d. Jauh dari taman atau tempat rekreasi
e. Jauh dari airport, minimal 3 km akibat resio kecelakaan yang disebabkan tabrakan antar burung (yang banyak mencari makan di TPA) dan pesawat terbang
f. Polusi suara
2. Aspek geohidrologi
Tanah dan batu terdiri dari berbagai jenis material dan permeabilitas. Permeabilitas bervariasi mulai dari tertinggi yaitu 1010 m/detik, yaitu tanah liat (clay). Kedalaman air tanah, arah aliran air tanah, keberadaan sumur bawah tanah (aquifer) juga akan mempengaruhgi penentuan lokasi TPA.
Pertimbangan geologi atau hidrologi sangat penting dalam penentuan lokasi TPA karena adanya cairan lindu (leachale) yang dihasilkan oleh TPA. Jumlah, sifat dan aliran lindu dari TPA tergantung dari teknologi TPA yang digunakan. Sebaran lindu dan proses yang berlangsung di dalam tanha tergantung pada kondisi geologi dan hidrologi. Kondisi geologi dan hedrologi yang sesuai dengan lokasi TPA sangat bervariasi.
Selain itu, suatu TPA harus memiliki berbagai fasilitas penunjang, yaitu:
1. Area stasiun
Area stasiun merupakan area pendukung operasional TPA dan meliputi pintu masuk, area pemulihan, stasiun penimbangan, kantor, bengkel dan gudang mesin, jalan, area pemilahan untuk sampah rumah tangga dan industri, area penyimpanan endapan limbah cair.
2. Area penimbunan
Jalan permanen, sel-sel penimbunan sampah, kolam cairan lindu, sistem air permukaan, sistem drainase, sistem produksi gas, dan area kebersihan.
3. Pintu masuk
4. pagar

2.4 Pentingnya Desentralisasi TPA di Kota Surabaya dan Nilai Kebenaran yang terkait.
Surabaya sebagai kota metropolitan dengan tingkat kepadatan yang tinggi di Indonesia, memiliki berbagai masalah lingkungan yang terus menggelinding dan membesar layaknya bola salju. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini belum terselesaikan adalah masalah sampah. Timbulan sampah di suatu wilayah tidak bisa dihindari karena sampah merupakan konsekuensi dari segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkan.
Berdasarkan ILLPD Kota Surabaya tahun 2007, jumlah penduduk Surabaya yang tercatat dalam Kartu Keluarga hingga Desember 2007 adalah 2.861.928 jiwa. Sesuai dengan standart kotra metropolitan, yaitu sampah yang dihasilkan sebesar 3,5 liter/orang/hari, maka sampah yang dihasilkan penduduk Kota Surabaya tiap harinya mencapai ± 10.016,748 m3. Perhitungan ini didapatkan dengan cara, yaitu
Jumlah penduduk X 0,0035 m3/orang/hari
Timbulan sampah di Kota Surabaya yang sangat tinggi tersebut hanya bisa terlayani sebesar ± 6.700 m3. Apabila melihat angka tersebut, tentunya miris sekali jika sampai saat ini sampah di Kota Surabaya belum bisa terlayani dengan baik mengingat sampah yang belum terlayani tiap harinya mencapai 3.316,748 m3. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih memilih sampah yang belum terlayani ditumpuk atau dibuang di sembarang tempat, seperti sungai. Sumber sampah terbanyak terbanyak berasal dari permukiman yang sampai menembus angka 79,19%. Sampah yang dihasilkan oleh permukiman tersebut umumnya merupakan sampah organik yang mudah terurai, dan seharusnya mudah di atasi. Namun, pada kenyatannya sampah tersebut tetap saja sulit teratasi karena Kota Surabaya hanya memiliki satu lokasi Tempat Pembuangan Akhir, yaitu TPA Benowo sehingga terjadinya sentralisasi atau pemusatan pembuangan sampah.
Sebenarnya pada awal tahun 2000. Kota Surabaya memiliki tiga lokasi TPA yang tersebar di berbagai wilayah dan menampung sampah dari 31 kecamatan atau 163 kelurahan. Namun pada pertengahan tahun 2000, masyarakat memprotes keberadaaan TPA Sukolilo dan TPA Lakarsantri karena dianggap mencemari lingkungan. Oleh karena itu, sampai saat ini Kota Surabaya hanya memiliki satu TPA. Sebelum di nonaktifkannya dua TPA tersebut, timbulan sampah yang ada di Kota Surabaya masih bisa teratasi karena sampah tersebut di transfer ke 3 TPA.
Namun, sejak dinonaktifkannya Kedua TPA tersebut, TPA Benowo telah menjadi sentral pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan masa aktif TPA benowo semakin berkurang. Apabila terus terjadi hal tersebut, maka bisa dipastikan TPA benowo akan penuh dengan sampah pada tahun 2014. Hal ini tentunya akan menimbulkan permasalahan baru bagi pemerintah maupun lingkungan sekitar, kesehatan warga di sekitar TPA pun terkena akan terkena dampaknya.









Gambar 2.4
Lahan TPA Benowo semakin sempit

Oleh karena itu, pemerintah harus cepat mengatasi permasalahan TPA tersebut. Salah satu cara yang paling efektif adalah diadakannya desentralisai TPA. kelebihannya desentralisasi TPA tersebut adalah sebagai berikut:
a) Mengurangi resiko menumpuknya sampah yang berlebih
b) Mengurangi resiko tercemarnya lingkungan sekitar, karena sampah yang masuk bisa terkordinir dan diolah dengan baik.
c) Seluruh sampah di kota Surabaya bisa terlayani.
d) Menambah masa aktif TPA di Kota Surabaya.
Meskipun desentralisasi TPA memiliki manfaat yang cukup banyak, namun desentralisasi TPA membutuhkan biaya yang cukup besar. Hal inilah yang membuat pemerintah cukup berat untuk melakukan desentralisasi TPA, karena selain biaya operasional yang mahal, lahan yang digunakan sangat luas. Pemerintah lebih memilih untuk mencari TPA baru setelah TPA lama sudah berakhir masa aktifnya. Namun, hal ini malah menimbulkan masalah baru, karena lahan yang dibutuhkan akan sulit didapatkan mangingat lahan kosong di perkotaan semakin berkurang. Oleh karean itu pemerintah harus lebih mementingkan keselamatan warga daripada biaya yang di keluarkan.
Selain alasan tersebut, pentingnya desentralisasi TPA dapat terlihat dari beberapa ayat di dalam alquran. Ayat tersebut terlihat dalam surat Ar ruum 41
41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Selain ayat tersebut, ayat yang bisa di jadikan dasar desentralisasi TPA, yaitu surat Al a’raf 56-58
56. dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
57. dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.
58. dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

Berdasarkan ayat tersebut telah terlihat bahwa apabila manusia melakukan kerusakan di alam, maka manusia akan mendapatkan akibat yang sesuai agar manusia bisa lebih sadar, lebih bersyukur, dan lebih menjaga alam yang telah diciptakan oleh Allah swt. Begitu juga halnya dengan sampah dan penanganannya. Penumpukan sampah yang berlebih di suatu TPA merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan, karena bisa merusak lingkungan sekitar dan dapat mengancam kesehatan warga sekitar. Apabila pemerintah maupun masyarakat dapat mengusahakan adanya desentralisasi TPA, maka pencemaran lingkungan dapat terhindari dan keselamatan warga dapat lebih terjamin. Namun, apabila sentralisasi tetap terjadi sehingga menyebabkan penumpukan sampah yang berlebih, maka Allah akan mendatangkan akibat dari perbuatan mereka.
Begitu juga sebaliknya, apabila mausia bisa menjaga alam dengan baik, maka Allah akan memberikan nikmat yang melimpah bagi manusia. Oleh karena itu manusia harus bisa melakukan perbuatan yang bisa menolong lingkungan yang semain terancam keberadaannya.
BAB III
KESIMPULAN

Sampah yang merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses merupakan salah satu sumber permasalahan lingkungan. Apalagi apabila penanganannya belum baik. sampah tersebut bisa bedampak negatif bagi lingkungan bahkan membahayakan kesehatan masyarakat. Namun, apabila sampah bisa terolah dengan baik maka masalah sampah tersebut bisa teratasi dengan baik pula dan bisa dimanfaatkan lagi. Salah satu cara penanganan permasalahan sampah di Kota Surabaya selama ini, adalah desentralisasi TPA.
Desentralisasi TPA sangat di butuhkan di Kota Surabaya agar masalah sampah yang terus memuncak bisa teratasi. Satu-satunya lokasi TPA yang ada di Surabaya adalah TPA Benowo, TPA ini merupakan sentral dari timbulan sampah yang ada di Kota Surabaya atau lebih pastinya, yaitu sampah yang berasal dari 163 kecamatan. Apabila desentralisasi di laksanakan di Kota Surabaya maka keuntungan yang dapat di peroleh dari program tersebut adalah:
a) Mengurangi resiko menumpuknya sampah yang berlebih
b) Mengurangi resiko tercemarnya lingkungan sekitar, karena sampah yang masuk bisa terkordinir dan diolah dengan baik.
c) Seluruh sampah di kota Surabaya bisa terlayani.
d) Menambah masa aktif TPA di Kota Surabaya.
Selain keuntungan di atas, desentralisasi TPA juga memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan biaya yang cukup besar baik dalam biaya pengoperasiannya maupun biaya untuk membeli lahan TPA. Namun, hal itu tidak sebanding dengan keselamatan lingkungan maupun masyarakat yang terancam oleh keadaan persampahan tersebut. Hal ini juga di perkuat oleh ayat alquran, yaitu surat Ar ruum 41 dan surat Al a’raf 56-58. Ayat tersebut berisi bahwa Allah akan memberikan hukuman bagi manusia yang tidak menjaga lingkungan dan merusak lingkungan. Jadi apabila pemrintah maupun masyarakat tidak berusaha melakukan tindakan dalam pengentasan permasalahan sampah, yang dalam hal ini dengan cara desentralisasi TPA maka Allah bisa saja mendatangkan musibah. Musibah itu bisa berupa tercemarnya lingkungan sekitar maupun terncamnya kesehatan dan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, desentralisasi TPA seharusnya di terapkan secepatnya di Kota Surabaya.

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Bambang dwi.2007. Laporan ILPPD Kota Surabaya 2007 (online) http://www.google.co.id/m/search?eosr=on&q=ILPPD%20surabaya%202007 (diakses tanggal 15 mei 2009)
NN. 2008. Awas,pembangunan TPA baru kota Surabaya (Online). http://www.google.co.id/gwt/n?eosr=on&q=Tahun+pendirian +tpa+benowo&hl=in&ei=H-AbSvi3CpOE6AOts7iuAw&source=m&sa=X&oi=blended&ct=res&cd=1&rd=1&u=http%3A%2F%2Ftirtaamartya.wordpress.com%2F2007%2FO5%2FO4%2Fmenilik-rencana-pembangunan-tpa-baru-kota-surabaya-2%2F ( diakses tanggal 20 mei 2009)
Mada, kris n. 2009. Kehabisan TPA, Surabaya Terancam. (online) http://www.google.co.id/m/search?mrestrict=mobile&eosr=on&ct=fsh&q=Kehabisan%20tpa%20surabaya%20terancam%20sampah (di akses tanggal 15 mei 2009)
NN. 2007. Profil Kota Surabaya. (online) http://www.google.co.id/m/search?eosr=on&q=profil%20kota%20surabaya (diakses tanggal 25 mei 2009)
NN. 2006. Modul Workshop Regional & Urban planning. Departemnt of Regional &Urban Planning Brawijaya University ( diseminarkan di Yogyakarta 13-14 oktober 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger