WELCOME...............!!!!

^_^ AINI PLANOLOGI'S BLOG ^_^
JAGALAH BUMI KITA DARI TANGAN-TANGAN MANUSIA TAK BERTANGGUNG JAWAB

Senin, 25 Januari 2010

DESENTRALISASI TPA DI KOTA SURABAYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, isu yang masih hangat diperbincangkan di daerah perkotaan adalah masalah sampah dan penanganannya. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses (Wikipedia, 2008). Sampah merupakan konsekuensi dari segala aktivitas manusia di dunia. Setiap manusia yang melakukan aktivitas akan menghasilkan sampah atau buangan. Oleh karena itu, sampah merupakan konsep buatan manusia dan bukan proses alam. Sampah yang semakin meningkat tiap tahun tentunya harus ditangani dengan baik. Salah satunya, yaitu dalam hal penanganannya. Sampah yang berasal dari masyarakat harus memiliki suatu Tempat Pembuangan Akhir yang dapat memproses sampah-sampah tersebut agar tidak member dampak negatif bagi masyarakat.
Sampah yang berasal dari masyarakat sebelum di bawa ke TPA harus dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian dipisahkan dan di bawa ke Tempat Pembuangan Sementara sebelum akhirnya di bawa ke TPA. TPS merupakan sebuah lahan kosong yang digunakan sebagai tempat sementara penimbunan sampah dari rumah tangga. Sedangkan TPA atau landfill adalah suatu tempat untuk menyingkirkan atau mengkarantina sampah kota sehingga aman. Tempat Pembuangan Akhir yang ada di suatu wilayah terutama kota harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik mengingat sampah yang di hasilkan terus bertambah seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk.
Namun pada kenyataanya, banyak Tempat Pembuangan Sampah yang ada di Indonesia masih memiliki kualitas dan kuantitas yang kurang baik. Pada umumnya, setiap kota yang ada di Indonesia hanya memiliki satu TPA. Minimnya TPA yang ada, membuat TPA tersebut menjadi pusat pembuangan sampahSemua sampah yan ada di wilayah akan tersentralisasi hanya di TPA tersebut. Hal ini menyebabkan masa aktif TPA akan lebih cepat habis, karena tidak dapat menampung sampah dari masyarakat yang semakin meningkat setiap waktunya.
Fenomena ini hampir dapat ditemui di seluruh kota di Indonesia, bahkan TPA leuwigajah di bandung telah memakan korban akibat terkena runtuhan timbunan sampah. Hal ini diakibatkan karena adanya sentralisasi TPA. Belajar dari kejadian yang telah memakan cukup banyak korban tersebut, seharusnya pemerintah di daerah yang tingkat kepadatan penduduk maupun sampahnya tinggi, dapat memperbaiki maupun menanggulangi kondisi TPA agar tidak terjadi hal serupa. Pemerintah harus mempertimbangkan akan pentingnya desentralisasi TPA meskipun harus mengeluarkan biaya yang lebih, karena keselamatan warga lebih penting daripada biaya yang dikeluarkan.
Hal ini juga berlaku bagi kota metropolitan seperti Surabaya. Sampah yang di hasilkan di Surabaya tergolong tinggi, namun TPA yang tersedia hanya satu. Kota Surabaya sebenarnya memiliki tiga macam TPA, yaitu Keputih di Kec. Sukolilo Surabaya Timur, Lakarsatri Kec. Lakarsatri, dan Benowo di Kec. Benowo Surabaya Barat. Tapi yang sampai saat ini masih beroperasi, yaitu hanya TPA Benowo. Minimnya TPA yang ada di Surabaya membuat resah warga di sekitar TPA maupun warga yang bekerja di TPA tersebut. Meskipun TPA Benowo telah menerapkan sistem open dumping dengan maksud meminimalisir sampah, namun sampah yang masuk di satu TPA tersebut tetap banyak sehingga akan menyebabkan cepatnya penonaktifan TPA Benowo. Apabila hal ini terus terjadi dan pemerintah belum bertindak cepat terhadap pembentukan TPA baru sampai TPA benowo tidak bisa menampung sampah lagi. Maka, penumpukan sampah tidak bisa terhindari dan bisa memberikan dampak negative terhadap masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah Surabaya harus melakukan desentralisasi TPA secepatnya, bukan melainkan mencari TPA setelah TPA benowo sudah tidak bisa menampung sampah lagi. Desentralisasi TPA sangat dibutuhkan agar tidak terjadi sentralisasi pembuangan sampah, dan juga bisa memperpanjang masa aktif TPA hingga 25 tahun. Apabila pemerintah terlalu menganggap santai permasalahan TPA ini, dan labih memilih mencari TPA baru setelah masa aktif TPA Benowo akan habis, maka alhasil pemerintah akan kesulitan mencari TPA baru karena semakin sulitya ketersediaan lahan kosong seiring semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum Kota Surabaya?
2. Bagaimana cara pemilihan lokasi TPA yang baik?
3. Apa saja syarat-syarat pendirian TPA?
4. Mengapa desentralisasi TPA dibutuhkan di Surabaya dan apa nilai kebenaran yang mendasarinya?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum Kota Surabaya.
2. Mengetahui cara pemilihan lokasi TPA yang baik.
3. Mengetahui syarat-syarat pendirian TPA.
4. Untuk mengidentifikasi pentingnya desentralisasi TPA di Kota Surabaya dan mengetahui nilai kebenaran yang mendasarinya
1.4 Manfaat
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pambaca agar lebih memahami permasalahan sampah yang selama ini telah memuncak di Kota Surabaya dan semoga bisa di jadikan refrensi dalam mencari solusi permasalah sampah di Kota Surabaya.








BAB II
ISI

2.1 Gambaran Umum
2.1.1 Profil wilayah
Posisi geografi sebagai permukiman pantai menjadikan Surabaya berpotensi sebagai tempat persinggahan dan permukiman bagi kaum pendatang (imigran). Proses imigrasi inilah yang menjadikan Kota Surabaya sebagai kota multi etnis yang kaya akan budaya. Beragam migrasi, tidak saja dari berbagai suku bangsa di Nusantara, seperti, Madura, Sunda, Batak, Borneo, Bali, Sulawesi dan Papua, tetapi juga dari etnis-etnis di luar Indonesia, seperti etnis Melayu, China, Arab, India, dan Eropa, datang, singgah dan menetap, hidup bersama serta membaur dengan penduduk asli, membentuk pluralism budaya yang kemudian menjadi ciri khas Kota Surabaya. Hal ini membuat keragaman tata guna lahan di Kota Surabaya menjadi tinggi. Lahan-lahan yang ada di kota Surabaya selain digunakan sebagai lahan permukiman juga digunaka untuk berbagai aktivitas masyarakatnya. Tata guna lahan yang ada di Kota Surabaya dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Penggunaan lahan Kota Surabaya
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1 Perumahan 13.711,00
2 Sawah 3.506,19
3 Tegalan 1.808,90
4 Tambak 4.982,71
5 Jasa 2.982,06
6 perdagangan 573,32
7 Industri sedang 2.370,38
8 Tanah kosong 1.784,90
9 Lain-lain 918,29
Total 32.637,75
Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kota Surabaya, 2001
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa perumahan merupakan sektor yang menghabiskan luasan lahan yang banyak. Oleh karena itu, lahan kosong yang ada di permukiman padat biasanya dimanfaatkan untuk keperluan perumahan, kebutuhan komersil dan untuk komersil dan untuk rekreasi, sehingga tidak ada lagi daerah yang kosong yang dapat digunakan untuk Sanitary Landfill. Kota Surabaya dengan jumlah penduduk hampir 3 juta jiwa, merupakan kota terbesar kedua Indonesia dan sangat besar peranannya dalam menerima dan mendistribusikan barang-barang industri, peralatan teknik, hasil-hasil pertanian, hasil hutan, sembako, dan sebagainya, terutama bagi wilayah Indonesia Timur.

2.1.2 Orientasi wilayah
Kota Surabaya terletak diantara 07012’ - 07021’ Lintang Selatan dan 112036’ - 112054’ Bujur Timur, merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah sebagai berikut.
• Batas Utara : Selat Madura
• Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo
• Batas Timur : Selat Madura
• Batas Barat : Kabupaten Gresik













Gambar 2.1 Peta Administratif Jawa Timur


Topografi Kota Surabaya meliputi:
• Kota pantai
• Dataran rendah antara 3-6 m di atas permukaan laut
• Daerah berbukit, di Surabaya bagian selatan 20-30 m di atas permukaan laut

Temperatur Kota Surabaya cukup panas, yaitu rata-rata antara 22,60 – 34,10, dengan tekanan udara rata-rata antara 1005,2 – 1013,9 milibar dan kelembaban antara 42% - 97%. Kecepatan angin rata-rata perjam mencapai 12 – 23 km, curah hujan rata-rata antara 120 – 190 mm. Jenis Tanah yang terdapat di Wilayah Kota Surabaya terdiri atas Jenis Tanah Alluvial dan Grumosol, pada jenis tanah Alluvial terdiri atas 3 karakteristik yaitu Alluvial Hidromorf, Alluvial Kelabu Tua dan Alluvial Kelabu.











Gambar 2.2 Peta Jatim



2.1.3 Jumlah dan kepadatan penduduk
Wilayah Kota Surabaya dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2002 mencapai 2.484.583 jiwa. Dengan luas wilayah 326,36 km2, maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 7.613 jiwa per km2.
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Kota Surabaya Dirinci Menurut Kecamatan, tahun 2002
No Kecamatan Jumlah Kelurahan Penduduk
1 Genteng 5 62.056
2 Bubutan 5 103.629
3 Tegalsari 5 113.717
4 Simokerto 5 102.251
5 Tambaksari 6 213.243
6 Gubeng 6 144.543
7 Krembangan 5 119.724
8 Semampir 5 155.741
9 Pabean cantrian 5 87.432
10 Wonokromo 6 175.202
11 Sawahan 6 201.864
12 Tandes 12 86.427
13 Karangpilang 4 51.435
14 Wonocolo 5 63.185
15 Rungkut 6 81.562
16 Sukolilo 7 76.607
17 Kenjeran 4 84.689
18 Benowo 5 25.214
19 Lakarsantri 6 26.407
20 Mulyorejo 6 59.586
21 Tenggilis Menjoyo 5 42.181
22 Gunung Anyar 4 34.020
23 Jambangan 4 32.521
24 Gayungan 4 37.501
25 Wiyung 4 42.438
26 Dukuh Pakis 4 47.624
27 Asem Rowo 5 31.479
28 Suko Manunggal 5 85.879
29 Bulak 5 26.117
30 Pakal 5 29.651
31 Sambi Kerep 4 40.658
TOTAL 163 2.484.583
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, 2002
2.1.4 Komponen Persampahan
Sampah Kota Surabaya dikelola oleh Dinas Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Masalah persampahan kota metropolitan harus mendapatkan perhatian serius, karena semakin besar kota, semakin banyak pula sampah yang terproduksi. Jumlah timbulan sampah rata-rata perhari Kota Surabaya saat ini adalah 8.700 m3, sedangkan volume sampah yang bisa dikelola oleh Dinas Kebersihan Kota Surabaya hanya sekitar 6.700 m3 atau hanya sekitar 77% dari timbulan sampah yang ada. Sisa sampah yang tidak bisa dikelola mencapai 2.000 m3 per hari. Sampah yang tidak dapat terkelola tersebut, semakin lama semakin banyak dan menimbulkan masalah baru lagi. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila di Kota Surabaya banyak dijumpai illegal dumping yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi lingkungan sekitarnya. Selain terjadinya illegal dumping, sampah yang tidak dapat terkelola dibuang ke sungai dan ini menimbulkan masalah sendiri. Salah satu penyebab banjir di Kota Surabaya, karena banyaknya sampah yang dibuang ke sungai.
Timbulan sampah di Kota Surabaya berasal dari berbagai macam sumber. Volume sampah terbesar berasal dari permukiman yang mencapai jumlah 79,19% dari total timbulan sampah. Sebagian besar sampah yang berasal dari pemukiman adalah sampah rumah tangga yang merupakan sampah organik. Berikut ini adalah tabel prosentase sumber timbulan sampah Kota Surabaya.
Tabel 2.3
Prosentase Sumber Timbulan sampah Kota Surabaya Tahun 2001
No. Sumber Sampah Prosentase Sampah (%)
1 Permukiman 79,19
2 Pasar 8,6
3 Pertokoan, Hotel, Rumah makan 2,64
4 Fasilitas Umum 0,61
5 Satuan Jalan 0,62
6 Saluaran 0,17
7 Perkantoran 1,37
8 Industri 6,86
Sumber: Dinas Kebersihan Kota Surabaya 2001

Pasukan Kuning adalah sebutan untuk tukang sapu jalan yang bertugas menyapu sampah pada jalan-jalan utama, taman kota dan tempat-tempat umum lain di Kota Surabaya. Merek adalah ujung tombak dalam pengelolaan sampah di Kota Surabaya. Menurut data dari Dinas Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, jumlah penyapu jalan di Kota Surabaya tahun 2002 adalah sebanyak 468 orang. Pengumpulan sampah di permukiman dilakukan dengan pick-up. Sedangkan pada permukiman yang tidak dapat dilalui pick-up, dilakukan dengan gerobak sampah. Sampah yang telah dikumpulkan dengan pick-up atau gerobak sampah ditampung sementara di Tempat Pembuangan Sementara atau dibawa ke transfer depo. Jumlah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebanyak 225 lokasi, sedangkan transfer depo yang ada di Kota Surabaya sebanyak 76 lokasi. Dari transfer depo, sampah diangkut dengan truck sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).Jumlah armada truck sampah yang mengangkut sampah dari transfer depo ke Tempat Pembuangan Akhir sebanyak 96 unit.
Pada awal tahun 2000, terjadi masalah besar pada sektor persampahan di Kota Surabaya. Pada saat itu, Kota Surabaya memiliki 2 TPA, yaitu TPA Sukolilo yang luasnya 40,5 Ha dan TPA Lakarsantri yang luasnya 8,5 Ha. Namun karena protes dari warga sekitar TPA karena pencemaran dan ketidaknyamanan dengan adanya TPA tersebut, akhirnya pada pertengahan tahun 2001 kedua TPA tersebut ditutup dan saat ini tidak lagi beroperasi. Saat ini, sampah dari Kota Surabaya yang dapat dikelola, dibuang ke TPA Benowo yang berada di Kecamatan Benowo.
Tabel 2.4
Data TPA di Kota Surabaya
No Lokasi TPA Sistem Pengolahan Luas (Ha) Jarak dari Sumber Sampah Jarak dari permukiman terdekat Keterangan
1 Keputih
Kec. Sukolilo
Surabaya Timur Controlled
Landfill 40,5 15 km 500 m Tidak beroperasi
2 Lakarsatri
Kec. Lakarsatri Controlled
Landfill 8,5 20 km 3.000 m Tidak beroperasi
3 Benowo
Kec. Benowo
Surabaya Barat Sasnitary
Landfill dan
daur ulang 26,7 35 km 250 m Beroperasi penuh
Sumber: Surabaya dalam Angka 2002






Tabel 2.5
Kebutuhan Komponen Sampah Kota Surabaya
Jumlah Penduduk Timbulan Sampah
Kota Metro Perkiraan
timbulan
sampah total Sampah
yang
terangkut
saat ini Selisih
2.861.928 3,5 liter/orang/hari 10.016,748 m3 6.700 m3 3.316,748 m3
Sumber: Analisis























Gambar 2.3
Sampah yang terus menggunung


Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu tingkat timbulan sampah sebanyak 3,5 liter/orang/hari, Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.861.928 jiwa, menghasilkan 10.016,748 m3. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 0.0035 m3/orang/hari. Sampah yang terangkut saat ini sebanyak 6.700 m3. Sehingga banyaknya sampah yang belum terlayani adalah 3.316,748 m3.

2.2 Pemilihan Lokasi TPA
Lokasi atau site sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitar TPA. Untuk mendirikan TPA, lokasi merupaka aspek yang paling diperhatikan agar tidak mengganngu aktivitas warga dan agar tidak mencemari lingkungan. Oleh karena itu lokasi TPA harus mempertimbangkan beberapa faktor penting, antara lain (modul workshop regional & urban planning, 2006):
1. Lama pemakaian area TPA
Lamanya masa aktif suatu TPA dapat ditentukan melalui beberapa parameter, yaitu kedalaman timbunan, jumlah, tingkat penimbunan, karakter sampah dan praktek operasional. Site seharusnya dipilih sedemikian rupa sehingga memiliki usia yang cukup untuk untuk mengembalikan biaya investasi pengoperasian TPA. Suatu TPA direkomendasikan mempunyai masa aktif minimal 10 tahun.
2. Topografi
Informasi mengenai topografi sangat penting guna merencanakan sistem drainase air permukaan sedemikian rupa sehingga air permukaan dialirkan disekitar lahan TPA dan runoff dari limbah dicegah untuk merusak lingkungan. Selain itu, data tentang topografi diperlukan untuk menentukan secara akurat kapasitas area dan tipe serta perluasan galian atau excavation.
3. Tanah
Ketersediaan tanah dengan karakter yang sesuai untuk konstruksi landasan TPA dan sistem penimbunan merupakan salah satu pertimbangan penting dalam pe,iliha lokasi TPA. Tanah di sekitar lokasi dapat mempengaruhi tingkat perpindahan zat polutan dan tingkat kekuatan struktur fasilitas yang ada. Sifat tanah yang perlu diperhatikan adalah distribusi ukuran partikel tanah (gradasi atau tekstur), struktur, hubungan antara kelembaban kepadatan dan permeabilitas, dan kemampuan untuk diolah.
4. Geologi
Pengumpulan data geologi di lokasi site bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya geologis, menyediakan informasi bagi perancangan fasilitas, perhitungan kerentanan site terhadap kontaminasi air tanah akibat kondisi hidrologi site. Informasi geologis yang penting bagi tujuan teknis adalah berkaitan dengan bedrock, dan kondisi bedrock. Informasi ini khususnya berguna jika bedrock terletak di atau dekat permukaan bumi dan akan dapat digunakan sebagai bagian dari pondasi fasilitas yang ada di TPA.
5. Hidrogeologi
Kemungkinan tercemarnya air tanah di sekitar lokasi TPA tergantung pada karakteristik hidrogeologi site, antar lain:
a. Kedalaman air tanah
b. Topografi site dan jenis tanah
c. Tingkat infiltrasi tanah di site
d. Kedalaman dan sifat bedrock
e. Komponen horizontal dan vertical gradien air tanah
f. Kecepatan dan arah air tanah
g. Kondisi fisografis
h. Karakter tanah dan geologi
i. Vegetasi
j. Tata guna lahan
k. Pertimbangan ekonomi dalam pemilihan site

2.3 Syarat-syarat pendirian TPA
Pendirian suatu TPA tidak hanya harus memperhatikan lokasinya, tetapi juga harus memenuhi beberapa persyaratan (workshop regional & urban Planning, 2006) , yaitu:
1. Aspek legalitas dan administrasi
a. Sesuai dengan peraturan dan perencanaan lokal
b. Tidak terlalu dekat dengan kelompok bangunan, min 500m
c. TPA tidak terbuka dan terlihat dari jalan atau lingkungan di sekitar TPA
d. Jauh dari taman atau tempat rekreasi
e. Jauh dari airport, minimal 3 km akibat resio kecelakaan yang disebabkan tabrakan antar burung (yang banyak mencari makan di TPA) dan pesawat terbang
f. Polusi suara
2. Aspek geohidrologi
Tanah dan batu terdiri dari berbagai jenis material dan permeabilitas. Permeabilitas bervariasi mulai dari tertinggi yaitu 1010 m/detik, yaitu tanah liat (clay). Kedalaman air tanah, arah aliran air tanah, keberadaan sumur bawah tanah (aquifer) juga akan mempengaruhgi penentuan lokasi TPA.
Pertimbangan geologi atau hidrologi sangat penting dalam penentuan lokasi TPA karena adanya cairan lindu (leachale) yang dihasilkan oleh TPA. Jumlah, sifat dan aliran lindu dari TPA tergantung dari teknologi TPA yang digunakan. Sebaran lindu dan proses yang berlangsung di dalam tanha tergantung pada kondisi geologi dan hidrologi. Kondisi geologi dan hedrologi yang sesuai dengan lokasi TPA sangat bervariasi.
Selain itu, suatu TPA harus memiliki berbagai fasilitas penunjang, yaitu:
1. Area stasiun
Area stasiun merupakan area pendukung operasional TPA dan meliputi pintu masuk, area pemulihan, stasiun penimbangan, kantor, bengkel dan gudang mesin, jalan, area pemilahan untuk sampah rumah tangga dan industri, area penyimpanan endapan limbah cair.
2. Area penimbunan
Jalan permanen, sel-sel penimbunan sampah, kolam cairan lindu, sistem air permukaan, sistem drainase, sistem produksi gas, dan area kebersihan.
3. Pintu masuk
4. pagar

2.4 Pentingnya Desentralisasi TPA di Kota Surabaya dan Nilai Kebenaran yang terkait.
Surabaya sebagai kota metropolitan dengan tingkat kepadatan yang tinggi di Indonesia, memiliki berbagai masalah lingkungan yang terus menggelinding dan membesar layaknya bola salju. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini belum terselesaikan adalah masalah sampah. Timbulan sampah di suatu wilayah tidak bisa dihindari karena sampah merupakan konsekuensi dari segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkan.
Berdasarkan ILLPD Kota Surabaya tahun 2007, jumlah penduduk Surabaya yang tercatat dalam Kartu Keluarga hingga Desember 2007 adalah 2.861.928 jiwa. Sesuai dengan standart kotra metropolitan, yaitu sampah yang dihasilkan sebesar 3,5 liter/orang/hari, maka sampah yang dihasilkan penduduk Kota Surabaya tiap harinya mencapai ± 10.016,748 m3. Perhitungan ini didapatkan dengan cara, yaitu
Jumlah penduduk X 0,0035 m3/orang/hari
Timbulan sampah di Kota Surabaya yang sangat tinggi tersebut hanya bisa terlayani sebesar ± 6.700 m3. Apabila melihat angka tersebut, tentunya miris sekali jika sampai saat ini sampah di Kota Surabaya belum bisa terlayani dengan baik mengingat sampah yang belum terlayani tiap harinya mencapai 3.316,748 m3. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih memilih sampah yang belum terlayani ditumpuk atau dibuang di sembarang tempat, seperti sungai. Sumber sampah terbanyak terbanyak berasal dari permukiman yang sampai menembus angka 79,19%. Sampah yang dihasilkan oleh permukiman tersebut umumnya merupakan sampah organik yang mudah terurai, dan seharusnya mudah di atasi. Namun, pada kenyatannya sampah tersebut tetap saja sulit teratasi karena Kota Surabaya hanya memiliki satu lokasi Tempat Pembuangan Akhir, yaitu TPA Benowo sehingga terjadinya sentralisasi atau pemusatan pembuangan sampah.
Sebenarnya pada awal tahun 2000. Kota Surabaya memiliki tiga lokasi TPA yang tersebar di berbagai wilayah dan menampung sampah dari 31 kecamatan atau 163 kelurahan. Namun pada pertengahan tahun 2000, masyarakat memprotes keberadaaan TPA Sukolilo dan TPA Lakarsantri karena dianggap mencemari lingkungan. Oleh karena itu, sampai saat ini Kota Surabaya hanya memiliki satu TPA. Sebelum di nonaktifkannya dua TPA tersebut, timbulan sampah yang ada di Kota Surabaya masih bisa teratasi karena sampah tersebut di transfer ke 3 TPA.
Namun, sejak dinonaktifkannya Kedua TPA tersebut, TPA Benowo telah menjadi sentral pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan masa aktif TPA benowo semakin berkurang. Apabila terus terjadi hal tersebut, maka bisa dipastikan TPA benowo akan penuh dengan sampah pada tahun 2014. Hal ini tentunya akan menimbulkan permasalahan baru bagi pemerintah maupun lingkungan sekitar, kesehatan warga di sekitar TPA pun terkena akan terkena dampaknya.









Gambar 2.4
Lahan TPA Benowo semakin sempit

Oleh karena itu, pemerintah harus cepat mengatasi permasalahan TPA tersebut. Salah satu cara yang paling efektif adalah diadakannya desentralisai TPA. kelebihannya desentralisasi TPA tersebut adalah sebagai berikut:
a) Mengurangi resiko menumpuknya sampah yang berlebih
b) Mengurangi resiko tercemarnya lingkungan sekitar, karena sampah yang masuk bisa terkordinir dan diolah dengan baik.
c) Seluruh sampah di kota Surabaya bisa terlayani.
d) Menambah masa aktif TPA di Kota Surabaya.
Meskipun desentralisasi TPA memiliki manfaat yang cukup banyak, namun desentralisasi TPA membutuhkan biaya yang cukup besar. Hal inilah yang membuat pemerintah cukup berat untuk melakukan desentralisasi TPA, karena selain biaya operasional yang mahal, lahan yang digunakan sangat luas. Pemerintah lebih memilih untuk mencari TPA baru setelah TPA lama sudah berakhir masa aktifnya. Namun, hal ini malah menimbulkan masalah baru, karena lahan yang dibutuhkan akan sulit didapatkan mangingat lahan kosong di perkotaan semakin berkurang. Oleh karean itu pemerintah harus lebih mementingkan keselamatan warga daripada biaya yang di keluarkan.
Selain alasan tersebut, pentingnya desentralisasi TPA dapat terlihat dari beberapa ayat di dalam alquran. Ayat tersebut terlihat dalam surat Ar ruum 41
41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Selain ayat tersebut, ayat yang bisa di jadikan dasar desentralisasi TPA, yaitu surat Al a’raf 56-58
56. dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
57. dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.
58. dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

Berdasarkan ayat tersebut telah terlihat bahwa apabila manusia melakukan kerusakan di alam, maka manusia akan mendapatkan akibat yang sesuai agar manusia bisa lebih sadar, lebih bersyukur, dan lebih menjaga alam yang telah diciptakan oleh Allah swt. Begitu juga halnya dengan sampah dan penanganannya. Penumpukan sampah yang berlebih di suatu TPA merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan, karena bisa merusak lingkungan sekitar dan dapat mengancam kesehatan warga sekitar. Apabila pemerintah maupun masyarakat dapat mengusahakan adanya desentralisasi TPA, maka pencemaran lingkungan dapat terhindari dan keselamatan warga dapat lebih terjamin. Namun, apabila sentralisasi tetap terjadi sehingga menyebabkan penumpukan sampah yang berlebih, maka Allah akan mendatangkan akibat dari perbuatan mereka.
Begitu juga sebaliknya, apabila mausia bisa menjaga alam dengan baik, maka Allah akan memberikan nikmat yang melimpah bagi manusia. Oleh karena itu manusia harus bisa melakukan perbuatan yang bisa menolong lingkungan yang semain terancam keberadaannya.
BAB III
KESIMPULAN

Sampah yang merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses merupakan salah satu sumber permasalahan lingkungan. Apalagi apabila penanganannya belum baik. sampah tersebut bisa bedampak negatif bagi lingkungan bahkan membahayakan kesehatan masyarakat. Namun, apabila sampah bisa terolah dengan baik maka masalah sampah tersebut bisa teratasi dengan baik pula dan bisa dimanfaatkan lagi. Salah satu cara penanganan permasalahan sampah di Kota Surabaya selama ini, adalah desentralisasi TPA.
Desentralisasi TPA sangat di butuhkan di Kota Surabaya agar masalah sampah yang terus memuncak bisa teratasi. Satu-satunya lokasi TPA yang ada di Surabaya adalah TPA Benowo, TPA ini merupakan sentral dari timbulan sampah yang ada di Kota Surabaya atau lebih pastinya, yaitu sampah yang berasal dari 163 kecamatan. Apabila desentralisasi di laksanakan di Kota Surabaya maka keuntungan yang dapat di peroleh dari program tersebut adalah:
a) Mengurangi resiko menumpuknya sampah yang berlebih
b) Mengurangi resiko tercemarnya lingkungan sekitar, karena sampah yang masuk bisa terkordinir dan diolah dengan baik.
c) Seluruh sampah di kota Surabaya bisa terlayani.
d) Menambah masa aktif TPA di Kota Surabaya.
Selain keuntungan di atas, desentralisasi TPA juga memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan biaya yang cukup besar baik dalam biaya pengoperasiannya maupun biaya untuk membeli lahan TPA. Namun, hal itu tidak sebanding dengan keselamatan lingkungan maupun masyarakat yang terancam oleh keadaan persampahan tersebut. Hal ini juga di perkuat oleh ayat alquran, yaitu surat Ar ruum 41 dan surat Al a’raf 56-58. Ayat tersebut berisi bahwa Allah akan memberikan hukuman bagi manusia yang tidak menjaga lingkungan dan merusak lingkungan. Jadi apabila pemrintah maupun masyarakat tidak berusaha melakukan tindakan dalam pengentasan permasalahan sampah, yang dalam hal ini dengan cara desentralisasi TPA maka Allah bisa saja mendatangkan musibah. Musibah itu bisa berupa tercemarnya lingkungan sekitar maupun terncamnya kesehatan dan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, desentralisasi TPA seharusnya di terapkan secepatnya di Kota Surabaya.

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Bambang dwi.2007. Laporan ILPPD Kota Surabaya 2007 (online) http://www.google.co.id/m/search?eosr=on&q=ILPPD%20surabaya%202007 (diakses tanggal 15 mei 2009)
NN. 2008. Awas,pembangunan TPA baru kota Surabaya (Online). http://www.google.co.id/gwt/n?eosr=on&q=Tahun+pendirian +tpa+benowo&hl=in&ei=H-AbSvi3CpOE6AOts7iuAw&source=m&sa=X&oi=blended&ct=res&cd=1&rd=1&u=http%3A%2F%2Ftirtaamartya.wordpress.com%2F2007%2FO5%2FO4%2Fmenilik-rencana-pembangunan-tpa-baru-kota-surabaya-2%2F ( diakses tanggal 20 mei 2009)
Mada, kris n. 2009. Kehabisan TPA, Surabaya Terancam. (online) http://www.google.co.id/m/search?mrestrict=mobile&eosr=on&ct=fsh&q=Kehabisan%20tpa%20surabaya%20terancam%20sampah (di akses tanggal 15 mei 2009)
NN. 2007. Profil Kota Surabaya. (online) http://www.google.co.id/m/search?eosr=on&q=profil%20kota%20surabaya (diakses tanggal 25 mei 2009)
NN. 2006. Modul Workshop Regional & Urban planning. Departemnt of Regional &Urban Planning Brawijaya University ( diseminarkan di Yogyakarta 13-14 oktober 2006)

Sabtu, 16 Januari 2010

MASA DEPAN HUTAN SEBAGAI PARU-PARU DUNIA

Tuhan telah menciptakan tubuh manusia dengan sesempurna mungkin. Di dalam tubuh tersebut terdapat organ-organ yang memiliki fungsinya masing-masing dan saling berhubungan satu sama lain. Apabila salah satu organ tersebut rusak dan tidak berfungsi, maka akan mempengaruhi kerja seluruh organ yang menopang tubuh itu sehingga dapat mengganggu aktivitas yang dilakukan manusia. Hal ini tentunya akan menimbulkan rasa sakit dan kemungkinan besar akan mengancam kehidupan manusia. Sebaliknya, jika seluruh organ tubuh sehat, maka kehidupan manusia akan terasa indah dan dapat melakukan aktivitasnya dengan baik tanpa merasa terganggu.
Hal itu juga berlaku di bumi sebagai tempat tinggal makhluk hidup. Bumi telah diciptakan sebagai tempat tinggal yang baik bagi manusia. Selain di lengkapi dengan fenomena-fenomena alam seperti perubahan iklim, musim dan cuaca, bumi juga dilengkapi dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Semua Sumber Daya Alam alam yang ada berfungsi untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup dan untuk menyeimbangkan keadaan bumi sesuai dengan perkembangan zaman. Antara Sumber Daya Alam yang satu dengan yang lain saling memilki keterkaitan. Selain itu, kondisi Sumber Daya Alam juga mempengaruhi kondisi manusia dan bumi di masa yang akan datang. Apabila Sumber Daya Alam yang ada bisa dikelola dengan baik maka akan memberikan dampak positif bagi bumi dan makhluk hidup khususnya manusia. Sebaliknya, jika Smber Daya Alam yang ada tidak terkelola dengan baik (rusak) maka akan memberikan dampak yang negatif bagi bumi dan makhluk hidup.
Salah satu Sumber Daya Alam yang paling berpengaruh bagi kondisi bumi dan kehidupan makhluk hidup adalah hutan. Hutan merupakan paru-paru dunia. Hal ini sangatlah beralasan, karena hutan sangat tekait dengan kehidupan manusia dan fenomena-fenomena yang terjadi di planet bumi ini. Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya (Wikipedia, 2009). Selain di tumbuhi dengan pepohonan dan tumbuhan lainnya, hutan juga identik sebagai tempat tinggal berbagai macam hewan seperti gajah, harimau, monyet, singa, jerapah dan masih banyak hewan lainnya. Setiap hutan yang ada pada daerah berbeda, memiliki perbedaan jenis tumbuhan dan hewan yang tidak dapat ditemukan di hutan lainnya atau dalam kata lain, setiap hutan yang ada di beberapa daerah memiliki karakteristik masing-masing. Hal ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan iklim, tanah, dan bentuk bentang lahan di setiap daerah.
Meskipun karakteristik setiap hutan berbeda. Namun pada dasarnya, hutan di seluruh dunia memiliki tiga bagian hutan yang sama. Bagian yang pertama adalah bagian atas tanah hutan. Pada bagian ini dapat ditemui berbagai macam tumbuhan, hewan dan pepohonan yang memiliki daun-daun lebar dan lebat serta batang kayu dengan lingkar batang yang luas. Bagian kedua adalah bagian permukaan tanah. Bagian ini di tumbuhi dengan semak belukar dan rerumputan yang hijau. Selain itu tampak juga hewan-hewan melata, serangga-serangga yang hinggap di dedaunan, dan serasah. Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah yang sudah kering. Serasah memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang ada di hutan tersebut, karena serasah merupakan sumber humus yang merupakan lapisan teratas yang paling subur. Selain membantu tumbuhan agar tumbuh dengan subur, serasah juga menjadi rumah berbagai serangga kecil maupun mikroorganisme yang ada di hutan. Setelah bagian permukaan tanah, terdapat bagian hutan yang terakhir, yaitu bagian bawah hutan. Bagian ini berada di bawah permukaan serasah atau lapisan tanah paling atas sampai di dalam permukaan bumi. pada bagian ini dapat terlihat akar dari berbagai tumbuhan dengan berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari ukuran kecil, sedang maupun besar. Ditambah lagi pada bagian ini dapat ditemukan tempat tinggal berbagai jenis binatang seperti serangga, ular, kelinci, dan binatang pengerat lainnya, dan yang paling utama pada bagian ini juga terdapat sumber mata air dengan kedalaman tertentu.
Semua bagian tersebut memiliki keindahan dan potensi masing-masing yang bisa di manfaatkan oleh manusia. Hal ini juga terbukti oleh penemuan-penemuan baru yang ditemukan oleh para penelliti. Setiap tahunnya para peneliti sering melakukan penelitian di daerah hutan. Berbagai penelitian tersebut telah berhasil menemukan bebagai hal baru seperti ditemukannya spesies baru, tumbuhan langka, obat dari penyakit berbahaya, maupun hal baru yang berkaitan dengan fenomena-fenomena alam. Hal ini menunjukan bahwa di dalam hutan masih banyak tersimpan potensi-potensi yang belum diolah. Sang paru-paru dunia ini masih memerlukan konstribusi tinggi dari manusia. Kontribusi dari manusia tentunya harus dalam hal yang positif agar hutanpun bisa memberikan sesuatu yang positif pula.
Setiap negara yang memiliki hutan dengan cakupan wilayah yang cukup luas seharusnya patut bersyukur karena selain terdapat potensi Sumber Daya Alam yang melimpah sehingga bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat banyak, hutan juga bisa menumbuhkan tingkat perekekonomian negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan dengan cakupan wilayah yang cukup luas. Jenis-jenis hutan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Hutan Bakau
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Contoh : pantai timur kalimantan, pantai selatan cilacap, dll.
2. Hutan Sabana
Hutan sabana adalah hutan padang rumput yang luas dengan jumlah pohon yang sangat sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh : Nusa tenggara.
3. Hutan Rawa
Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah tumbuh di hutan rawa. Contoh : Papua selatan, Kalimantan, dsb.
4. Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar garis khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi. Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur, humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan dan merugikan negara trilyunan rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera, dsb.
5. Hutan Musim
Hutan musim adalah hutan dengan curah hujan tinggi namun punya periode musim kemarau yang panjang yang menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.

Hutan yang ada di Indonesia merupakan hutan terluas di wilayah Asia. Hal ini berarti bahwa hutan di Indonesia merupakan paru-paru dari benua Asia bahkan dunia, karena jika dibandingkan dengan luas permukaan bumi, luas daratan hutan di Indonesia adalah 1,3 persen. Berdasarkan peta vegetasi 1950, luas hutan di Pulau Kalimantan seluas 51.400.000 hektar, Irian Jaya seluas 40.700.000 hektar, Sumatera seluas 37.370.000 hektar, Sulawesi seluas 17.050.000 hektar, Maluku seluas 7.300.000 hektar, Jawa seluas 5.070.000 hektar dan terakhir Bali dan Nusa Tenggara Barat/Timur seluas 3.400.000 hektar.
Hutan-hutan yang ada di Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan yang membentang di dua alam biogeografi-Indomalayan dan Australasian- dan tujuh wilayah biogeografi, serta menyokong banyaknya keanekaragaman dan penyebaran spesies. hal inilah yang mendukung Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayati tersebut umumnya berada di wilayah hutan. Kekayaan hayatinya mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan Sumber Daya Alamnya. Berdasarkan data tersebut, seharusnya Sumber Daya Alam itu bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya agar bisa memberikan dampak positif bagi negara, masyarakat maupun alam itu sendiri. Namun, pada kenyatannya yang terjadi malah sebaliknya. Hutan di Indonesia terus mengalami deforestrasi (menghilangnya lahan hutan) sehingga menimbulkan dampak negatif bagi negara, alam, masyarakat Indonesia sendiri maupun dunia. Deforestrasi di Indonesia mulai merebak pada tahun 1970. Hutan-hutan di Indonesia terus mengalami penyusutan. Hasil survei yang dilakukan pemerintah menyebutkan bahwa tutupan hutan pada tahun 1985 mencapai 119 juta hektar. Apabila dibandingkan dengan luas hutan tahun 1950 maka terjadi penurunan sebesar 27 persen. Antara 1970-an dan 1990-an, laju deforestrasi diperkirakan antara 0,6 dan 1,2 juta hektar. Sedangkan berdasarkan hasil survey Bank Dunia pada tahun 1999 laju deforestrasi rata-rata dari tahun 1985–1997 mencapai 1,7 juta hektar. Selama periode tersebut, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar. Secara keseluruhan daerah-daerah ini kehilangan lebih dari 20 persen tutupan hutannya. Para ahli pun sepakat, bila kondisinya masih begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dengan cepat dari Sumatera dan Kalimantan. Setelah terjadinya kesimpang-siuran, akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang mengejutkan. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen (Sumber: World Resource Institute, 1997). Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. [Badan Planologi Dephut, 2003].
Hal ini terjadi karena fungsi asli dari hutan telah mengalami perubahan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pada dasarnya hutan memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi ekologis, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi ekologis dari hutan, antara lain sebagai penyerap karbondioksida yang semakin berlipat di bumi, sebagai penghasil oksigen, sebagai penyerap air sehingga dapat mencegah terjadinya banjir dan longsor. Di samping itu, hutan sebagai fungsi sosial adalah sebagai penyangga kehidupan manusia, penyedia komoditas kayu, nonkayu, dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terciptanya solidaritas masyarakat sekitar hutan, menghindari kesenjangan sosial dan sebagai tempat tinggal hewa-hewan di bumi. Sedangkan hutan sebagai fungsi ekonomis antara lain dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah, membuka lapangan pekerjaan dengan ramah lingkungan. Namun saat ini, beberapa pihak tertentu hanya memikirkan fungsi ekonomi yang dapat membawa keuntungan bagi individu, kelompok, maupun instansi tertentu.
Hutan-hutan Indonesia menghadapi masa depan yang suram. Penyebab kerusakan hutan di Indonesia bisa berasal dari tindakan yang dilakukan manusia sendiri. Manusia selalu menggunakan alasan bahwa alam semesta hanya ada untuk memenuhi kepentingan manusia yang disebut dengan teori antropotisme, sehingga banyak dari mereka mengeksploitasi hutan secara besar-besaran. Padahal disana juga terdapat makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan yang berhak hidup (teori biosentrisme).
Bentuk tindakan yang dapat merusak hutan antara lain (Wikipedia, 2009):
1. Hak Penguasaan Hutan Lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang telah disurvei, masuk dalam kategori "sudah terdegradasi". Areal konsesi HPH yang mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk mengajukan permohonan izin konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan.
2. Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7 juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan tidak produktif.
3. Perkebunan Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
4. Perkebunan Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
5. Konvensi Lahan Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan penyebab deforestasi yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar. Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang berpindah mungkin bertanggung jawab atas sekitar 20 persen hilangnya hutan. Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta ha antara tahun 1985 sampai 1997.
6. Program Transmigrasi Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut. Disamping itu, para petani kecil dan para penanam modal skala kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai penyebab deforestasi karena mereka membangun lahan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan operasi pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini, transmigrasi "spontan" meningkat, karena penduduk pindah ke tempat yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis. Estimasi yang dapat dipercaya mengenai luas lahan hutan yang dibuka oleh para migran dalam skala nasional belum pernah dibuat.
7. Konvensi Lahan Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan penyebab deforestasi yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar. Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang berpindah mungkin bertanggung jawab atas sekitar 20 persen hilangnya hutan. Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta ha antara tahun 1985 sampai 1997. 6.Program Transmigrasi Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut. Disamping itu, para petani kecil dan para penanam modal skala kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai penyebab deforestasi karena mereka membangun lahan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan operasi pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini, transmigrasi "spontan" meningkat, karena penduduk pindah ke tempat yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis. Estimasi yang dapat dipercaya mengenai luas lahan hutan yang dibuka oleh para migran dalam skala nasional belum pernah dibuat.
Terjadinya deforetrasi di Indonesia menimbulkan berbagai masalah baru. Masalah-masalah tersebut antara lain:
1. Banyaknya polusi udara
Hutan yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan memiliki fungsi untuk menyerap karbondioksida khususnya yang berasal dari polusi kendaraan yang ada di bumi. Adanya deforestrasi di Indonesia menyebabkan karbondioksida yang ada di udara tidak bisa terserap dengan baik sehingga masih banyak polusi yang beterbangan di udara.
2. Global warming
Banyaknya polusi tersebut menimbulkan meningkatnya efek rumah kaca. Hal ini mengakibatkan timbulnya pemanasan global di bumi. Global warming tersebut dapat membuat es di kutub mencair dan apabila hal itu terus terjadi akan mengikisnya daratan di bumi. Selain itu, global warming juga bisa menimbulkan penyakit seperti kanker.
3. Timbulnya bencana alam
Apabila hutan terus mengalami deforestrasi maka menyebabkan tumbuhan yang berfungsi untuk menyerap air tidak bisa bekerja secara optimal. Hal ini akan menyebabkan berbagai bencana alam seperti banjir dan longsor. Bencana tersebut telah sering terjadi di Indonesia. Indonesia sampai saat ini belum bisa mengatasi bencana banjir yang telah menjadi langganan di wilayah Indonesia.
4. Terancamnya keanekaragaman hayati
Jika tumbuhan terus di tebang dan hewan terus di buru maka dalam jangka waktu yang singkat keanekaragaman hayati akan terancam punah
5. Terancamnya air tanah
Salah satu fungsi hutan adalah penyedia air, namun apabila pohon-pohon di hutan sudah semakin sedikit, fungsi tersebut tidak akan bertahan lama. Air tanah yang tersimpan di hutan terancam langka. Apabila hal ini terjadi, maka akan mengancam kelangsungan hidup makhluk hidup khususnya masyarakat.
Untuk mengatasi deforestrasi yang semakin tinggi dan untuk mencegah terjadinya masalah-masalah yang ditimbulkan, pemerintah telah melakukan beberapa usaha agar paru-paru dunia ini bisa dijaga. Pemerintah Indonesia telah melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 untuk mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih dan di tahun 2003, Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta meter kubik setahun dan akan diturunkan lagi di tahun 2004 menjadi 5,7 juta meter kubik setahun. Pemerintah juga telah membentuk Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan. Selain itu, Pemerintah juga telah berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 akan dihutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.
Namun sampai saat ini, pemerintah sulit merealisasikan itu semua. Hingga tahun 2002 masih dilakukan ekspor kayu bulat yang menunjukkan adanya pelu semua. anggaran dari kebijakan pemerintah sendiri. Dan pemerintah masih akan memberikan ijin pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman seluas 900-an ribu hektar kepada pengusaha melalui pelelangan. Pemerintah juga belum memiliki perencanaan menyeluruh untuk memperbaiki kerusakan hutan melalui rehabilitasi, namun kegiatan tersebut dipaksakan untuk dilaksanakan, yang tentunya akan mengakibatkan terjadinya salah sasaran dan kemungkinan terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan. Hal yang terpenting dan belum dilakukan pemerintah saat ini adalah menutup industri perkayuan Indonesia yang memiliki banyak utang. Pemerintah juga belum menyesuaikan produksi industri dengan kemampuan penyediaan bahan baku kayu bagi industri oleh hutan. Hal ini dapat mengakibatkan kegiatan penebangan hutan tanpa ijin akan terus berlangsung, dan dengan hanya menurunkan jatah tebang tahunan, maka kita masih belum bisa membedakan mana kayu yang sah dan yang tidak sah. Bila saja pemerintah untuk sementara waktu menghentikan pemberian jatah tebang, maka dapat dipastikan bahwa semua kayu yang keluar dari hutan adalah kayu yang tidak sah atau illegal, sehingga penegakan hukum bisa dilakukan.
Untuk menghentikan kerusakan hutan di Indonesia, maka pemerintah harus mulai serius untuk tidak lagi mengeluarkan ijin-ijin baru pengusahaan hutan, pemanfaatan kayu maupun perkebunan, serta melakukan penegakan hukum terhadap pelaku ekspor kayu bulat dan bahan baku serpih. Pemerintah juga harus melakukan uji menyeluruh terhadap kinerja industri kehutanan dan melakukan penegakan hukum bagi industri yang bermasalah. Setelah tahapan ini, perlu dilakukan perbaikan terhadap hutan yang rusak, dengan penanaman besar-besaran pohon di hutan. Kemudian, bila telah tertata kembali sistem pengelolaan hutan, maka pemberian ijin penebangan kayu hanya pada hutan tanaman atau hutan yang dikelola berbasiskan masyarakat lokal.
Selain peran pemerintah, masyarakat juga bisa ikut berpartisipasi dalam hal perbaikan hutan yaitu dengan cara memberi surat atau kegiatan lainnya yang bertujuan memberikan tekanan pada pemerintah agar bisa menjalankan solusi yang terbaik. Di samping itu masyarakat juga harus melakukan pengawasan terhadap hutan terdekat dan masyarakat juga bisa mulai menanam pohon untuk persediaan masa datang.
Hal yang paling penting dari penanganan kerusakan hutan, yaitu manusia di Indonesia bahkan di dunia harus memahami teori ekosentrisme. Manusia harus memahami bahwa makhluk hidup dan benda matipun memiliki keterkaitan erat. Teori ini bukan hanya memusatkan perhatian pada dampak pencemaran bagi kesehatan manusia, tetapi juga pada kehidupan secara keseluruhan. Pendekatan yang yang dilakukan dalam menghadapi issue lingkungan hidup cenderung bersifat biosentris dan bahkan ekosentris. Isi alam semesta tidak dilihat hanya sebagai sumber daya dan menilainya dari fungsi ekonomi semata. Alam harus dipandang juga dari segi nilai dan fungsi budaya, sosial, spiritual, medis dan biologis. Apabila hal itu telah terjadi maka kemungkinan besar deforestrasi akan cepat teratasi.

Senin, 11 Januari 2010

PENGARUH URBANISASI

URBANISASI: DAMPAK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN PERKOTAAN
Oleh: Nurul Aini, Riska Artha Kencana*

Abstrak:
Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk melakukan urbanisasi dengan tujuan bisa mendapat kehidupan yang layak. Selain itu, daya tarik daerah tujuan juga menentukan masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Para urban yang tidak memiliki skill kecuali bertani akan kesulitan mencari pekerjaan di daerah perkotaan, karena lapangan pekerjaan di kota menuntut skill yang sesuai dengan bidangnya. Ditambah lagi, lapangan pekerjaan yang juga semakin sedikit sehingga adanya persaingan ketat dalam mencari pekerjaan. Masyarakat yang tidak memiliki skill hanya bisa bekerja sebagai buruh kasar, pembantu Rumah Tangga, tukang kebun, dan pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot daripada otak. Sedangakn masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, umumnya hanya menjadi tunawisma, tunakarya, dan tunasusila. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan kota sehingga menambah permasalahan yang ada di kota.

Kata kunci: urbanisasi, lingkungan kota, proses urban.
Pendahuluan
Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan penyebaran yang relatif tidak merata membawa pengaruh besar bagi terjadinya perpindahan penduduk antar wilayah. Dewasa ini, perpindahan penduduk yang sedang marak terjadi yaitu urbanisasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota (Mantra, 2000). Jika ditinjau dari perspektif ilmu kependudukan, urbanisasi adalah persentase penduduk yang tinggal di dareah perkotaan ( Saat ini, urbanisasi telah menjadi trend baru di masyarakat pedesaan. Masyarakat desa yang berbondong-bondong melakukan urbanisasi mengalami peningkatan tiap tahunnya. Arus urbanisasi yang semakin meningkat tersebut menimbulkan suatu proses tentang keruangan pada kota tujuan urban.
Daerah yang menjadi tujuan masyarakat dalam melakukan urbanisasi biasanya adalah kota besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan sudah maju baik dalam segi perekonomian dan pendidikan. Masyarakat menentukan daerah tujuan tidak semata berasal dari pemikiran dan niatan dari diri mereka, tetapi umumnya berasal dari sebuah pengaruh yang kuat. Pengaruh tersebut biasanya dalam bentuk ajakan yang datang dari orang-orang sekitar yang telah melakukan urbanisasi sebelumnya, informasi-inforamsi yang ada media massa tentang daerah tujuan, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal yang mendorong masyarakat maupun daerah tujuan yang menjadi daya tarik masyarakat dalam melakukan urbanisasi.
Faktor penarik maupun pendorong tersebut seringkali mempengaruhi pikiran masyarakat dengan kuat, sehingga masyarakat merasa yakin dengan keputusan melakukan urbanisasi tanpa memikirkan faktor-faktor lain yang mereka butuhkan di daerah tujuan urban. Hal inilah yang tentunya akan menjadi masalah di daerah perkotaan sehingga gejala urbanisasi dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan arah yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang mengharapkan urbanisasi dapat membantu perekonomian masyarakat. kota yang menjadi tujuan urban akan menjadi lebih maju apabila para urban yang datang memilliki skill yang sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan di kota. Namun, umumnya masyarakat yang hijrah ke kota tidak memiliki skill yang lain kecuali bertani. Hal ini tentunya tidak bisa membantu para urban untuk mendapatakn pekerjaan yang layak di daerah tujuan, sehingga urban harus mencari pekerjaan yang sesuai dengan skill yang mereka miliki. Sedangkan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan atau bahkan tidak mempunyai tempat tinggal akan menjadi masalah di daerah perkotaan yang berdampak pada linkungan kota. Lingkunagn kota yang seharunya mengalami perbaiakn justru menagalami penurunan.

Proses Urbanisasi
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda-beda tergantung sudut pandang yang di ambil. Jika dilihat dari segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya ( kutipan). Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi. Menurut King dan Colledge (1978), urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four major spatial processes), yaitu
1) Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
2) Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak-balik kota-desa.
3) Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota.
4) Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.

Faktor penyebab terjadinya urbanisasi
Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan (faktor penarik).
a. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah
Mastarakat di daerah perkotaan memiliki gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Gaya hidup di perkotaan baik itu berupa cara berpakaian, cara berbicara, bahkan budayapun sangat berbeda jauh dengan di desa. Masyarakat di kota lebih suka dengan hal-hal yang berbau kemewahan dan juga kepraktisan/instan Karena bagi masyarakat kota sesuatu hal yang praktis lebih efisien baik dalam hal waktu.
2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, sarana dan prasarana yang ada di kota pun menjadi semakin lengkap. Hal ini menyebabkan seseorang yang berada di pedesaan dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai menjadi tergiur untuk mengadu nasib di kota.
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
Di daerah perkotaan terdapat banyak sekali lapangan kerja baik di sektor perdagangan maupun industri. Banyaknya lapangan pekerjaan tersebut menyebabkan masyarakat desa berbondong-bondong pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Hal itu karena lapangan pekerjaan di desa lebih sedikit dan terkadang pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan pendidikan yang ditempuh.

4. Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
Salah satu daya tarik daerah perkotaan juga berasal dari masyarakat di kota tersebut. Penampilan masyarakat perkotaan baik perempuan maupun laki-laki sangat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Masyarakat kota cenderung mementingkan penampilan mereka daripada masyarakat pedesaan. Penampilan masyarakat perkotaan lebih terawat dan mengikuti mode. Hal ini menyebabkan masyarakat kota terlihat lebih cantik dan ganteng. Hal ini membuat daya tarik terssendiri bagi masyarakat yang ingin berhijrah ke kota untuk mencari jodoh.
5. Pengaruh buruk sinetron Indonesia
Dewasa ini, masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan sudah bisa merasakan kemajuan teknologi. Hampir seluruh masyarakat desa sudah bisa menikmati tayangan televisi. Umumnya tayangan televisi yang paling diminati oleh masyarakat di daerah pedesaan yaitu sinetron yang kebanyakan menampilkan kehidupan di daerah perkotaan. Secara tidak langsung, tayangan ini mempengaruhi masyarakat di desa untuk berangan-angan hidup di kota yang akhirnya menimbulkan niatan untuk hijrah ke kota.
6. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
Masyarakat pedesaan yang mengerti akan pentingnya pendidikan umumnya akan memilih sekolah maupun pergurua tinggi di kota. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang ada di perkotaan lebih lengkap dan adanya tenaga pelajar yang profesional.
b. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
1. Lahan pertanian yang semakin sempit
Mayoritas masyarakat pedesaan memiliki sumber pendapatan dari bertani, baik menjadi petani maupun buruh tani. Namun saat ini, lahan pertanian yang ada di desa sudah semakin sempit seiring pertumbuhan masyarakat yang begitu pesat. Lahan-lahan yang awalnya digunakan untuk bercocok tanam mulai dijadikan sebagai area perumahan maupun perdagangan.
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
Kebudayaan yang ada di pedesaan, umumnya masih kuno dan cenderung mengikat kehidupan masyarakat pedesaan. Berbeda halnya dengan di daerah perkotaan yang cenderung bebas dalam melakukan sesuatu, bahkan mungkin budaya ketimuran telah terlupakan. Terkadang masyarakat pedesaan lebih tertarik dengan kebudayaan orang perkotaan karena masyarakat pedesaan menganggap masyarakat kota lebih modern daripada di desa, sehingga tidak jarang masyarakat desa itu hijrah ke kota untuk merubah penampilan dan karakter mereka agar tidak dianggap kuno. Bahkan masyarakat desa itu mulai mengindahkan budaya asal mereka.
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
Masyarakat pedesaan mayoritas bekerja di ladang, entah itu menjadi petani ataupun buruh. Hal ini sangat berbeda dengan lapangan pekerjaan yang ada di kota. Lapangan pekerjaan di kota melimpah ruah sehingga dapat memilih jenis lapangan pekerjaan mana yang sesuai dengan status pendidikan. Masyarakat pedesaan pada umumnya tergiur dengan penghasilan tinggi yang ditawarkan pekerjaan di kota. Sehingga banyak sekali masyarakat pedesaan berbondong-bondong pergi ke daerah perkotaan dengan alasan pekerjaan di kota bisa mendapatkan penghasilan yang lebih banyak.
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
Kurangnya sarana dan prasarana di desa menyababkan masyarakat desa banyak memutuskan untuk pergi ke kota. karena di desa masyarakat kesulitan untuk mengembangkan kemampuannya. Berbeda di kota, sarana dan prasarana lebih lengkap sehingga lebih mudah untuk mengembangkan kemampuan yang ada.
5. Diusir dari desa asal
Kebudayaan di desa lebih kental dengan adat-istiadat yang begitu keras, sehingga apabila seseorang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebudayaan maupun adat-istiadat tersebut dapat diusir dari desa asal. Akibat dari pengusiran tersebut, orang itu akan beralih ke kota dan tidak akan kembali ke desa. Masyarakat desa lain yang mungkin kurang setuju atau ketakutan diusir dari desa memilih untuk pindah ke kota. karena mereka menganggap kehidupan di perkotaan lebih bebas dan tidak terkekang.
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Setiap individu memiliki impian untuk hidup lebih baik, begitu juga halnya dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat desa yang memiliki penghasilan rendah umumnya beranggapan bahwa daerah perkotaan merupakan ladang untuk mendapatkan penghasilan sehingga bisa mencapai impian setiap individu.


Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan kota
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1. Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
2. Menambah polusi di daerah perkotaan
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia.
3. Penyebab bencana alam
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
4. Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
5. Penyebab kemacetan lalu lintas
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
6. Merusak tata kota
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.

Penutup
Berdasarkan pengertian urbanisasi ditinjau dari segi geografis, urbanisasi memiliki empat proses utama keruangan. Proses tersebut meliputi, pemusatan kekuasaan pemerintah kota, arus modal dan investasi, difusi inovasi dan perubahan, dan migrasi dan pemukiman baru. Proses-proses tersebut berpengaruh terhadap kehidupan dan lingkungan di daerah tujuan urbanisasi. Masyarakat yang melakukan urbanisasi memiliki beberapa alasan dilihat dari faktor pendorong dan penarik. Faktor-faktor tersebut bisa mengarahkan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi hal tersebut hanya bisa terlaksana bila para urban memiliki skill yang dibutuhkan di daerah tujuan. Sebaliknya, jika masyarakat tersebut hijrah ke kota tanpa dibekali skill yang memadai dapat menimbulkan masalah bagi kota tujuan, yang paling merasakan dampak dari urbanisasi adalah lingkungan kota tersebut. Urbanisasi lebih banyak mendatangkan dampak negatif daripada dampak positif bagi lingkungan kota.



Daftar Pustaka

Bintarto, R. 1986. Urbanissasi dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia
Mantra, Ida Bagoes. 2000. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
NN. 2008. Urbanisasi, (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi, diakses 21 November 2008)


MARAKNYA PEMBANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN
DI PERKOTAAN

Oleh: Nurul Aini*

Abstrak:
Seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat menyebabkan banyaknya pembangunan ruko-ruko, swalayan maupun pasar baru di daerah perkotaan. Saat ini, pembangunan yang sedang marak dilakukan di daerah perkotaan adalah pembangunan pusat perbelanjaan atau shopping center. Di daerah perkotaan, terdapat beberapa jenis pusat perbelanjaan, baik berdasarkan jenis usahanya maupun kepemilikannya. Hal ini membuat masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih sebuah pusat perbelanjaan. Sebuah pusat perbelanjaan harus memiliki kualitas yang baik agar menarik minat konsumen lebih banyak. Semakin baik kualitas sebuah pusat perbelanjaan maka masyarakat akan memilih pusat perbelanjaan tersebut sebagai tujuan kunjungannya. Dewasa ini, pusat perbelanjaan telah memiliki dua fungsi bagi masyarakat, yaitu untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekundernya, dan sebagai sarana rekreasi bagi masyarakat setelah seharian melakukan aktivitas yang menguras tenaga. Pusat perbelanjaan biasanya banyak diminati oleh para remaja untuk sekedar jalan-jalan. Sebagian masyarakat merasa tertolong dengan adanya pusat perbelanjaan, tapi tidak sedikit masyarakat khusunya masyarakat kelas menengah ke bawah yang mengeluh karana banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya pusat perbelanjaan di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan karena para investor membangun sebuah pusat perbelanjaan tanpa memikirkan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar maupun lingkungannya.

Kata kunci: pusat perbelanjaan
Menurut Prof. Drs. R. Bintarto (1986:36), Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. Kota memiliki daya tarik sendiri karena dilengkapi oleh sarana dan prasarana yang lengkap. Tak khayal jika setiap tahunnya terdapat peningkatan jumlah penduduk di kota. Masyarakat banyak memilih kota sebagai tempat tinggal karena terdapat fasilitas yang lengkap baik untuk memenuhi kebutuhan pendidikan maupun ekonomi. Dewasa ini, pembangunan yang marak terjadi di daerah perkotaan adalah pembangunan pusat perbelanjaan. Pusat perbelanjaan adalah sekelompok usaha ritel dan usaha komersial lainnya yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dikelola sebagai satu properti tunggal.
Sebuah bangunan pusat perbelanjaan dapat menjadi ladang bisnis bagi para investor. Tujuan suatu organisasi tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dan sejauh mana pemenuhan tersebut dilakukan secara efisien dan efektif dibandingkan dengan pesaing perusahaan tersebut. Hal ini juga berlaku dalam pembangunan pusat perbelanjaan. Seiring dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan di daerah perkotaan, masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih pusat perbelanjaan. Masyarakat akan cenderung memilih pusat perbelanjaan yang memberikan kenyamanan dan yang memiliki karakteristik bangunannya. Menurut Nadine Beddington (1982:23) ada 3 unsur penting dalam menentukan kualitas dari pusat perbelanjaan, yaitu hardware, software dan brainware. Ketiga unsur tersebut harus di penuhi bagi suatu pusat perbelanjaan agar pengunjung merasa nyaman.
Pada dasarnya pusat perbelanjaan dibangun untuk mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder. Namun, saat ini pusat perbelanjaan atau shopping center telah beralih fungsi menjadi salah satu objek wisata yang banyak diminati oleh masyarakat, terutama bagi para remaja. Masyarakat mengunjungi pusat perbelanjaan bukan hanya untuk belanja, tapi juga untuk berekreasi dan berelaksasi. Pusat perbelanjaan telah menjadi suatu gaya hidup tersendiri bagi sekelompok masyarakat khususnya bagi anak muda. Umumnya masyarakat merasa tertolong dengan banyaknya pusat perbelanjaan. Namun, kenyataanya pusat perbelanjaan juga menimbulkan banyak masalah baik bagi lingkungan ataupun masyarakat. Keuntungan yang besar, membuat para investor membangun pusat perbelanjaan tanpa mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan maupun masyarakat, sehingga pusat perbelanjaan justru memberikan pengaruh negatif. Di beberapa wilayah terdapat bangunan pusat perbelanjaan yang belum rampung bahkan belum ada tanda-tanda untuk dilanjutkan pembangunannya, selain itu juga terdapat pusat perbelanjaan yang di bangun di sekitar kawasan pendidikan.

Jenis-Jenis Pusat perbelanjaan
• Berdasarkan bauran jenis usahanya, pusat perbelanjaan dibedakan menjadi tiga, yaitu
a. Pusat perbelanjaan berorientasi keluarga
Pusat perbelanjaan ini menyediakan semua hal dalam satu atap, dengan luas bersih area yang disewakan sekitar 400.000 – 500.000 kaki persegi. Pusat perbelanjaan ini didominasi oleh hypermarket, pusat hiburan, cinema, area bowling dan biliar.
b. pusat perbelanjaan spesialis
Jenis pusat perbelanjaan ini lebih kecil dari pada pusat perbelanjaan berorientasi keluarga dan hanya menawarkan satu jenis perdagangan utama, yang dilengkapi sejumlah toko lain yang mendukung bisnis utama.
c. Pusat perbelanjaan gaya hidup
Pusat perbelanjaan ini melayani para professional muda yang bekerja di wilayah kota dan menawarkan produk tematis yang terkait dengan gaya hidup. Luas area ini sekitar 100.000 – 200.000 kaki persegi.
• Berdasarkan kepemilikannya, pusat perbelanjaan dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Unit ruang usaha dengan hak milik bersusun (strata title lot)
Merujuk pada pusat perbelanjaan dengan unit-unit toko yang dimiliki oleh
banyak individu dan setiap pemilik unit individu bebas memperlakukan unit property miliknya sesuai keinginan. Pemilik unit dapat membuka toko ritel, kantor korporasi kecil, atau menyewakan propertinya karena setiap pemilik unit membuat keputusan sendiri berdasarkan kepentingan pribadi mereka.
b. Manajemen kepemilikan tunggal (single owner-ship manajemen)
Dimana suatu tim professional di suatu pusat perbelanjaan dilibatkan untuk memaksimalkan hasil investasi dari satu property. Manajemen pusat perbelanjaan bertugas merencanakan, menetapkan nama, memasarkan, serta mengelola property tersebut.

Unsur-Unsur Penting Dalam Pusat perbelanjaan
Menurut Nadine Beddington (1982:23) ada 3 unsur penting dalam menentukan kualitas dari pusat perbelanjaan, yaitu


1. Hardware
Hardware mempunyai peranan yang penting untuk menarik minat konsumen agar datang ke suatu pusat perbelanjaan dan melakukan pembelian. Bagian-bagian yang ada di dalam unsur Hardware, yaitu
a. Lokasi dan Jalan
Lokasi mencerminkan fungsi kemudahan akses dan kedekatan jarak dengan sarana dan fasilitas. Dalam menentukan lokasi suatu pusat perbelanjaan ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu ukuran dari area perdagangan, populasi, jumlah kekuatan pembeli, penjualan potensial dan situasi
perdagangan. Jenis-jenis lokasi dan jalan dapat dilihat dari:
• Letak yang strategis
Letak yang strategis adalah letak yang memiliki akses jalan yang memadai serta tersedianya transportasi yang mudah dan cukup memadai. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat keramaian pengunjung.
• Kualitas di sekelilingnya
Lingkungan adalah suatu area yang mengelilingi atau berada disekitar pusat perbelanjaan tersebut, lingkungan biasanya selalu dikaitkan dengan tata ruang, atau kondisi dari penduduk disekitar pusat perbelanjaan tersebut.
• Jarak dengan pusat bisnis, pemukiman, perkantoran, rekreasi dan transportasi
Jarak adalah satuan ukur yang memisahkan antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain, dimana jarak memiliki pengaruh yang besar dalam menarik calon tenant ke pusat perbelanjaan yang bersangkutan. Semakin dekat dengan pusat bisnis, maka tingkat hunian dari tenant akan semakin tinggi, terlebih jika didukung oleh akses transportasi yang mudah dan berada di sekitar pemukiman yang padat.
• Alternatif kemudahan jalan dalam pencapaian lalu lintas yang tidak macet
Kemudahan mencapai suatu pusat perbelanjaan menjadi salah satu andalan dari pengelola pusat perbelanjaan dalam menarik pengunjung, karena kalau suatu pusat perbelanjaan sulit dicapai, maka secara otomatis masyarakat enggan untuk mengunjungi pusat perbelanjaan tersebut.
• Kemudahan kendaraan umum
Kendaraan umum, yaitu kendaraan yang dioperasikan untuk transportasi dan dengan imbalan uang yang sepantasnya. Kendaraan umum bagi pusat perbelanjaan memiliki dilema tersendiri, selain dapat membantu tingkat keramaian pengunjung, dapat juga sebagai penyebab dari keruwetan akses jalan menuju pusat perbelanjaan, ditambah lagi dengan adanya kendaraan umum dapat menurunkan citra pusat perbelanjaan tersebut.
b. Arsitektur
Arsitektur merupakan desain yang membedakan satu toko dengan toko yang lainnya.
• Eksterior design.
Eksterior selalu dikaitkan dengan seni atau keindahan, dimana eksterior adalah cermin awal dari pengunjung ataupun penyewa dalam beraktivitas di sebuah pusat perbelanjaan. Eksterior memiliki peran yang sangat penting untuk menimbulkan kesan nyaman baik untuk penyewa atau pengunjung dalam beraktivitas. Biasanya eksterior selalu dihubungkan dengan model bangunan dari pusat perbelanjaan tersebut.
• Keserasian desain interior gedung.
Interior dari sebuah pusat perbelanjaan berperan penting untuk menarik minat penyewa dan pengunjung, keserasian dan keindahan adalah hal yang
mutlak dan tidak bisa dipisahkan, karena kenyamanan sebuah pusat perbelanjaan yang kasat mata, salah satunya adalah desain interior tersebut dan juga dapat menjadi sebuah simbol dari pusat perbelanjaan tesebut.
• Tata letak atau layout toko
Layout toko, secara tidak langsung juga mempengaruhi minat pengunjung. Layout yang tertata rapi dapat menarik minat pengunjung untuk mengadakan suatu transaksi, sebaliknya layout yang tidak tertata membuat orang enggan untuk melakukan suatu aktivitas.
2. Software.
Software merupakan suatu manfaat atau kepuasan yang ditawarkan pada penjualan suatu pusat perbelanjaan. Faktor yang mempengaruhi jenis software yang ditawarkan meliputi :
a. Fasilitas penunjang kenyamanan atau kemudahan pengunjung.
Fasilitas penunjang kenyamanan atau kemudahan pengunjung adalah fasilitas yang ditawarkan pusat perbelanjaan untuk mendukung suasana belanja yang nyaman dan mudah bagi pengunjung.
• Kapasitas parkir.
Kapasitas parkir adalah kemampuan suatu lokasi parkir pusat perbelanjaan untuk menampung kendaraan penyewa ataupun pengunjung dari pusat perbelanjaan.
• Pendingin ruangan (AC).
Pendingin ruangan atau AC adalah syarat mutlak bagi pengelola pusat perbelanjaan, karena berhubungan dengan kenyamanan pengunjung ataupun penyewa dalam melakukan kegiatan bisnis.
• Listrik dan generator.
Listrik dan generator adalah fasilitas utama yang harus dimiliki, tingkat kestabilan tegangan dan kemampuan supply listrik menjadikan nilai plus untuk penyewa, karena akan memberikan rasa aman dari bahaya kebakaran yang diakibatkan oleh korsleting listrik.
• Lift dan eskalator.
Eskalator lebih efisien daripada elevator untuk memudahkan pergerakan pengunjung dalam jumlah besar secara teratur.
• Toilet.
Penampilan toilet seharusnya harus disesuaikan dengan tema pusat perbelanjaan, sasaran pengunjung, dan kemudahan pemeliharaan.
• Telepon umum.
Telepon umum sebagai sarana fasilitas telekomunikasi yang bersifat umum dan digunakan untuk kepentingan bersama.
• Bank atau ATM.
Bank diperlukan sebagai tempat atau sarana dari lalu lintas uang yang ada, dan keberadaan bank sangat memudahkan bagi pengunjung yang akan mengambil uang melalui ATM atau bagi penyewa yang akan menyimpan uang hasil usaha dan memudahkan dalam segala hal terutama sisi keamanan.
b. Fasilitas penunjang keramaian pengunjung.
Fasilitas penunjang keramaian pengunjung misalnya kelengkapan bauran penyewa (tenant mix), seperti toko ritel kecil yang menjual aneka variasi produk busana, toko kosmetik, toko perhiasan, maupun toko-toko ritel kecil lainnya yang letaknya di sekitar penyewa utama.
c. Kekuatan daya tarik penyewa utama (anchor tenant).
Penyewa utama (anchor tenant) adalah suatu usaha ritel besar dan kuat dengan nama terkenal yang memiliki keahlian memadai dan menawarkan beraneka ragam produk, sehingga mampu menarik pembelanja dalam jumlah besar ke lokasi usaha mereka. Tujuan dari adanya anchor tenant, yaitu untuk menarik pengunjung melewati area yang ditempati para penyewa lainnya. Penempatan penyewa utama di pusat perbelanjaan mempengaruhi sirkulasi pengunjung, serta membantu menarik pengunjung ke toko-toko spesialis dan restoran. Selain itu dengan adanya anchor tenant dapat mendongkrak reputasi dari pusat perbelanjaan tersebut, sehingga dapat menaikkan tingkat keyakinan para peritel kecil lain untuk menyewa ruang di pusat perbelanjaan tersebut. Umumnya penyewa utama di pusat perbelanjaan, yaitu Dept. store, Supermarket, Hypermarket, Super store.
3 Brainware.
Brainware merupakan salah satu sarana yang mendukung keberhasilan suatu toko dalam menghadapi persaingan, karena brainware berfungsi untuk membujuk dan memberitahu konsumen supaya membeli barang yang ditawarkan. Pengelola suatu pusat perbelanjaan harus berusaha menggunakan brainware yang mendukung dan memperkuat posisi image badan usaha. Brainware meliputi :
a. Manajemen pengelola gedung, seperti misi manajemen dan budaya perusahaan, manajemen property dan maintenance, pelayanan dan keahlian staf, pengalaman, hubungan dengan penyewa.
b. Mutu penunjang kenyamanan pengunjung seperti keamanan, kebersihan, parkir
yang terorganisir dengan baik.
c. Promosi dan publikasi seperti program, promosi gedung, iklan, publikasi, kualitas kegiatan pameran dan acara besar.

Penyebab Maraknya Pembangunan Pusat perbelanjaan
Pusat-pusat perbelanjaan di daerah perkotaan sangat beragam kondisi dan kelasnya. Banyaknya pusat perbelanjaan ini menunjukkan keadaan ekonomi masyarakat yang mulai membaik. Beberapa hal yang menyebabkan semakin maraknya pusat perbelanjaan di daerah perkotaan, adalah :
• Mulai membaiknya perekonomian setelah terpuruk dari krisis sejak tahun 1998, mempengaruhi pendapatan penduduk, dan daya beli masyarakat tidak hanya ditujukan untuk kebutuhan primer saja tetapi juga hal-hal sekunder dan tersier.
• Kecenderungan masyarakat perkotaan yang menjadikan pusat perbelanjaan untuk berbelanja sekaligus sebagai tempat rekreasi sehingga pusat perbelanjaan pasti ramai dikunjungi pada hari libur.
• Sarana transportasi yang memadai seperti jalan tol, sehingga jarak tempuh ke pusat perbelanjaan dapat dicapai dengan waktu singkat. Hal ini dapat dilihat pada peta lokasi pusat perbelanjaan yang ada yaitu selain terletak di jalan arteri/ utama yang strategis, juga terletak di sekitar outter-ring road dan inner ring road.
Dampak Maraknya Pusat perbelanjaan di daerah Perkotaan
1. Dampak Positif
Pusat perbelanjaan yang semakin menjamur di daerah perkotaan memilki beberapa dampak positif, yaitu
• Membuka Lapangan kerja
Pusat perbelanjaan yang semakin banyak dibangun akan membuka lapangan pekerjaan baru. Beberapa lapangan pekerjaan baru yang ditawarkan dari suatu pusat perbelanjaan bisa sebagai tenaga teknisi maupun pelayan.
• Memberi kesempatan kepada produsen lokal untuk ikut bersaing
Produsen-produsen lokal, baik berupa makanan maupun barang kerajinan lokal, biasanya juga dapat ikut berpartisipasi di pusat perbelanjaan untuk dijajakan atau dipromosikan karena banyaknya pengunjung yang datang, terutama pada sabtu dan minggu. Produk- produk lokal yang sebelumnya tidak terkenal dapat terbantu dengan keberadaannya di pusat perbelanjaan tersebut. Tidak menutup kemungkinan barang kerajinan atau barang makanan tersebut dibeli oleh para pengelola department store atau supermarket. Toko tersebut bukan saja sebagai tempat distribusi barang, tetapi juga sebagai salah satu agen pembelian barang dagangannya.
• Kualitas makanan maupun barang terjamin
Masyarakat di kota tersebut akan mendapat makanan dan barang dengan kualitas yang baik karena kepuasan konsumen diutamakan dalam suatu pusat perbelanjaan. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir dengan kulaitas barang yang ada di suatu pusat perbelanjaan.
• Membantu pemenuhan kebutuhan sekunder maupun primer
Barang maupun makanan yang dijual disupermarket lebih lengkap dari pasar, ruko-ruko, maupun swalayan sehingga masyarakat yang memerlukan makanan maupun barang dapat dengan mudah menemukannnya di supermarket.
• Membantu pemasukan pemerintah dari segi pajak
Pusat-pusat perbelanjaan yang berdiri di daerah perkotaan mempunyai tanggung jawab untuk membayar pajak, baik pajak bangunan, perdagangan, dll. Hal ini akan memberi keuntungan bagi pemerintah dalam pemasukan dana.
2 Dampak negatif
Semakin banyaknya pusat perbelanjaan di daerah perkotaan menimbulkan berbagai masalah. Masalah-masalah yang ditimbulkan antara lain :
• Menyebabkan kemacetan arus lalu lintas
Pusat perbelanjaan terkesan mendompleng fasilitas umum yang sudah ada. Lokasi pembangunan pusat perbelanjaan selalu di pinggir jalan utama. Hal ini tentunya akan menambah parah kemacetaan yang sering terjadi di jalan-jalan utama kota.
• Membunuh usaha ritel kelas menengah
Apabila di suatu pusat perbelanjaan terdapat toko serba ada yang menjual kebutuhan rumah tangga dengan harga bersaing, pastilah toko-toko serba ada yang ada di sekitarnya akan tergilas.
• Merubah kebudayaan
Maraknya pembangunan pusat perbelanjaan di perkotaan secara langsung akan berpengaruh terhadap budaya masyarakat Indonesia khususnya dalam cara berpakaian dan berdandan. Masyarakat terutama remaja yang maniak pusat perbelanjaan akan selalu berpakaian dan berdandan sesuai dengan trend yang up to date. Mereka akan merasa ketinggalan zaman atau katrok jika berpakaian dan berdanadan biasa-biasa saja.
• Merusak moral remaja
Remaja yang sering pergi ke pusat perbelanjaan untuk sekedar rekreasi, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap moral para remaja saat ini. Ketika remaja tertarik untuk selalu datang ke pusat perbelanjaan maka remaja tersebut cenderung akan bertingkah laku di rumah selayaknya di pusat perbelanjaan, mereka akan terkesan cuek dan tidak perduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini tentunya memberikan pengaruh negatif terhadap moral para remaja saat ini.
Penutup
Sebuah pusat perbelanjaan harus bisa bersaing dengan pusat perbelanjaan yang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memenuhi unsur-unsur penting sebuat pusat perbelanjaan agar masyarakat tertarik untuk mengunjungi pusat perbelanjaan tersebut. Unsur-unsur penting tersebut meliputi unsur hardware, software, brainware. Ketiga unsur tersebut harus dimiliki oleh sebuah pusat perbelanjaan. Namun, pusat perbelanjaan di daerah perkotaan cenderung mementingkan bagian unsur software, brainware, dan bagian arsitektur dari unsur hardware. Sedangkan bagian lokasi dan jalan dari unsur hardware justru diabaikan. Hal ini berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.








Daftar Pustaka
Bintarto, R. 1986. Urbanissasi dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia
Beddington, Nadine. 1982. Belanja Pusat-Desain dan Kontruksi. Jakarta: Gramedia
Santoso, Suwito. (2008). Pusat Perbelanjaan di Era Otonomi Daerah. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0506/09/Properti/1766270.htmti (20 Desembe3 2008)
NN. (2007). Pengertian dan sistem sirkulasi. http://shopingmall.blogspot.com/2007/04/pengertian-sistem-sirkulasi.html (20 Desember 2008)


Sabtu, 09 Januari 2010

Assalamualaikum.............
seneng banget blog baruQ uda diriliz lagi...ckckck ^_^
abiz blog yang lama uda basi sh jd bikin yg baru dech...n insyaAllah isi blog ini lebih bermanfaat drpada yang lama...stidaknya bagi tmen2 mahasiswa Planologi (Perencanaan Wilayah dan Kota) yang sama2 lagi belajar menyelami (tenggelam dunk) ilmu yang ada di planologi.......tapi smoga blog ini juga bermanfaat bagi tmen2 lainnya, insyaAllah Q akan posting tulisan2 baru yg bermanfaat n nambah pengetahuan......Mohon kritik n sarannya yach.....
N klian jg bisa add FbQ www.facebook.com cari ja A2n_joan@yahoo.com
Powered By Blogger